pem"budaya" an di I:boekoe

Berawal dari mengutak-atik buku yang ada di sekitaran mejaku biasanya mengkoreksi Kronik Kebangkitan Indonesia. Terbersit dalam pikiranku untuk membuka buku Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia dimana buku ini adalah kerjasama antara Yayasan Obor Indonesia dan KITLV – Jakarta. Sekilas kubaca yang ada kaitannya dengan Kronik Sejarah disebutkan bahwa politik selalu membentuk konstruksi sejarah. Baik dari narasi tradisional dan modern. Ben Anderson berpendapat dalam kaitan dengan budaya Jawa, karena kekuasaan politik diperoleh berkat kekuatan spiritual, maka kedua hal itu tidak dapat dipisahkan.
Ketika kekuasaan bergeser, maka bergeser pula sejarah sehingga kronik dan genealogi harus disesuaikan. Demikian yang terkait dengan kronik sejarah yang ditulis dalam buku itu. sementara itu aku tidak mau membahas soal Kronik tetapi yang menjadi perhatianku saat ini adalah justru budaya, kebudayaan dalam arti yang luas dan kontemporer.

Seperti kita hadapi saat ini adalah zaman teknologi canggih dengan arus komunikasi dan informasi yang begitu mengglobal di seluruh dunia, tanpa terkecuali. Patrick Manning membagi definisi budaya dalam 2 peride waktu. Pertama, menurutnya sebelum tahun 1960-an(Lama) ‘budaya’ dilihat sebagai kesatuan yang dapat diidentifikasikan, sebuah keseluruhan yang kompleks dari keyakinan-keyakinan, lembaga-lembaga dan artefak-artefak, yang koheren, bergaris batas, dan secara internal homogen. Kedua, berdasarkan periode waktu tahun 1990an(Baru) definisi budaya ditekankan pada proses produksi dan transformasi budaya.
Definisi lama bersifat positivis. Kita dapat mencoba mengenali garis-garis batas unsur –unsur budaya, melihat dampak berbagai faktor atas budaya atau faktor-faktor yang menentukan perubahan budaya. Definisi baru bersifat post-modernist yang menekankan sifat tidak menentu dan bukan sebab-akibat, menekankan perubahan sebagai pola umum. Apabila kerangka lama berfokus pada upaya mencari sebab-akibat, kerangka baru berfokus pada upaya mengidentifikasi situasi saling tergantung.





Berpijak dari sinilah aku ingin menuliskan diariku ini dan mencoba mengkaitkannya dengan keseharian dari kami yang bekerja di Indonesia buku(I:boekoe) ini. Aku sendiri bekerja sebagai korektor Kronik Kebangkitan Indonesia. Sehari- hari aku bertugas dari jam 9 pagi sampai jam 5 sore untuk mengkoreksi buku –buku yang akan diterbitkan itu. tentu saja aktivitasku mengharuskan bergelut dengan bacaan –bacaan yang sudah tersedia disini. Diharapkan aku juga menulis untuk mengasah keterampilan yang dimiliki. Harus dilatih terus-menerus, agar dapat lancar dalam menuliskan apapun yang bermanfaat terutama bagi masyarakat. Kemudian ada juga juru ketik sekaligus operator komputer Haryono namanya. Ia bertugas tentu saja selain mengetik, mencoba menservis setiap kerusakan komputer ataupun apabila ada hal-hal yang kurang paham tentang seluk –beluk dunia komputer(teknisnya) maka ia adalah ahlinya. Satu lagi yang menjadi pekerja adalah Dewi Maharsika. Selain mengurusi keperluan rumah tangga Iboekoe ia juga secara otodidak dilatih mencintai buku-buku dan komputer. Ia bekerja dari jam 7 pagi sampai jam 3 sore. Sementara pimpinan kami adalah seorang yang sudah malang-melintang di penerbitan –penerbitan buku yang ada Yogyakarta ini Muhidin M Dahlan(Gus Muh) namanya. Dengan laptop yang terus dibawanya kemana-mana ia tidak pernah diam untuk dunia buku dan penerbitannya. Sehingga istrinyapun turut mendukung kegiatannya dan apabila Gus Muh sedang bepergian atau tidak kekantor, selalu dengan otomatis Mbak Nurul, sapaan akrabnya, langsung menangani setiap distribusi buku yang akan terbit dan telah terbit. Mbak Nurul juga adalah yang mengurusi pergajian bulanan kami. Begitulah kami yang bekerja di Indonesia Buku secara sederhana dan mendalam maknanya bagi saya. Meskipun kami bekerja sesuai dengan bidang kami masing-masing tapi merujuk pada definisi budaya Patrick Manning yang baru bahwa budaya (kesehari-harian yang lama –lama menimbulkan proses produksi) yang telah tercipta diantara kami adalah bagaimana kami masing-masing dapat mengkondisikan kesalingtergantungan satu sama lain dalam artian untuk kemajuan I:boekoe. Setiap orang ada jalannya masing-masing dan ikuti alurnya masing-masing, juga kemajuan-kemajuan yang didapatkan sendiri-sendiri. Dan disini di I: boekoe kami saling berupaya untuk mengidentifikasi situasi tergantung itu. Demikianlah pem”budaya”an di Iboekoe dari sekilas amatan dan inspirasi yang kudapatkan..
19 Januari 2009
Jl. Patehan Wetan No.3 Alkid, Yk
I:boekoe Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.