*Refleksi Diri Setahun di Yogyakarta*

Scripta Manent Verba Volant
(Yang Tertulis akan tetap Mengabadi)

Semuanya berawal dari keingintahuanku tentang sesuatu yang penting menurut pemikiranku. Sahabatku menyodorkanku selembar kertas dari sebuah majalah berisikan pengetahuan umum dalam sebuah kuis yang dulu sering ditampilkan di TVRI, yaitu aksara bermakna. Waktu itu aku memohon kepadanya agar selembar kertas itu dikasihkan saja kepadaku. Tetapi ia menolaknya dan mengatakan: “kalau memang kau perlukan, belilah 500 rupiah harganya.” Waktu itu aku kelas 4 SD. Dalam pikiranku berkata :Ah, biarpun sahabat ternyata tetap saja perlu perhitungan!! Kembali ia memancingku dengan bertanya untuk apa aku memerlukan kertas itu sampai memohon segala? Aku pikir hal itu penting agar aku tahu dan mampu menjawab segala pertanyaan yang ada di kuis itu? meskipun saat itu kuis aksara bermakna diperuntukkan bagi orang dewasa.Ada kebanggaan tersendiri saat seorang anak kecil mampu menjawab pertanyaan orang dewasa. Aku tidak tahu sejak kapan aku menyukai segala macam kuis yang berisikan pengetahuan umum itu. Tapi yang pasti cerdas cermat, cepat tepat yang ditayangkan di TVRI selalu jadi tontonan favoritku saat itu. Mulai dari situlah aku berusaha menulis apa yang tidak kuketahui dari guru-guru disekolah, dari buku-buku pelajaran sekolah aku menyalin kembali pertanyaan dan jawaban dalam acara-acara berpengetahuan itu dalam sebuah buku kosong tersendiri yang sengaja kupinta dari mamaku. Demikian seterusnya hingga aku beranjak dewasa bahkan sampai kinipun hal itu masih menjadi kebiasaanku sehari-hari.




Bagiku hal semacam inilah yang membuat aku merasa dari kecil sudah tertarik dengan dunia tulis menulis. Sekarang 6 Januari 2009 jam 3.48 di komputer tepat setahun yang lalu aku tiba di terminal giwangan yogyakarta setelah seharian berangkat dari pasar ikan cibaraja, cisaat –sukabumi dengan bus kelas ekonomi rute sukabumi-yogyakarta sebesar 70 ribu rupiah. Mengapa Yogyakarta? Bukan Jakarta, Bandung, atau bahkan Medan tempat asal bapak dan ibuku? Aku selalu menjawab bahwa Yogyakarta adalah kota pelajar, kota pendidikan, kota budaya, kota pariwisata. Dengan tidak mengecilkan potensi-potensiku yang belum terasah lainnya aku hanya merasakan bahwa kemampuan dalam diri ini hanya ada pada bidang-bidang pendidikan seperti mengajar dikursus-kursus misalnya, atau memberikan sesuatu yang berguna bagi orang lain dalam hal ini pengetahuanku aku harapkan membawa kemanfaatan bagi sesama. Aku sangat menyukai tulisan-tulisan, bacaan-bacaan, tenggelam pada sejarah bangsa terutama sejarah proses pembentukan negara dan bangsa Indonesia yang sangat kompleks. Ini berarti bahwa kehidupanku tidak akan jauh dari buku-buku.

6 Januari 2009 jam 17.35 di komputer setelah tugasku untuk hari ini merampungkan koreksian KRONIK KEBANGKITAN INDONESIA tahun 1913 selesai. Saat ini aku bekerja sebagai korektor di sebuah penerbitan buku independen I:boekoe(Indonesia Buku) namanya. Terbayang dalam ingatanku bagaimana aku mencari –cari pekerjaan di Yogyakarta ini. Berawal dari sekitaran jalan Taman Siswa Yogyakarta bagitu banyak kursus-kursus pendidikan disekitaran jalan ini. Setelah dari terminal giwangan aku berusaha benar-benar mengamati bidang Pendidikan yang kurasakan cocok dengan batinku, itu yang ada di pikiran. Dengan diantarkan sang ojek yang sudah siap sedia menanti kedatangan setiap penumpang yang baru turun dari bus, akupun berangkat ketujuanku untuk sementara di rumah salah seorang majelis Gereja yang kebetulan satu marga denganku(Silaban). Hari minggu subuh, masih dingin kurasakan apalagi sang ojek yang sedari tadi melaju dengan kecepatan yang cukup kencang, tibalah melewati jalan Taman Siswa, wow banyak sekali lembaga pendidikan di daerah ini,pikirku. Aku berniat dengan pasti bahwa aku harus kesini suatu saat. Entah kapan. Dan kulihat papan nama jalan itu adalah jalan Taman Siswa. Thanks God. Dalam hatiku dan pikiranku berkata. “setidaknya inilah awal mula aku untuk melangkah”.

Singkat cerita besoknya 7 Januari 2008, dengan diantarkan oleh Abangku yang Majelis Gereja itu akupun menyatakan keinginanku bahwa aku perlu ke jalan Taman Siswa karena disana banyak sekali lembaga-lembaga pendidikan dari sanalah aku untuk memulai start pekerjaanku, begitu aku mengatakan kepada abangku waktu itu. Dan iapun dengan senang hati mengantarkanku dengan motornya. Jalan Taman Siswa pagi itu jam 10-an. Ia pergi pulang ke rumahnya dan akupun bersiap dengan membawa ijasahku dalam tas hitam yang kujinjing. Mulailah aku menyusuri jalan memasuki setiap lembaga pendidikan yang ada disekitaran jalan Taman Siswa. Jalan Sang Nasib memang tidak pernah diketahui secara pasti sedari awal. Setelah mencoba kesana-sini di sekitaran jalan Taman Siswa itu sepertinya lembaga –lembaga pendidikan itu kurang membutuhkan staf pengajar baru apalagi background jurusan Ilmu Pemerintahan mungkin “tidak menjual” bagi lembaga-lembaga pendidikan itu. Oke, setidaknya aku sudah berusaha. Niatanku ke UGM semakin kuat setelah itu. Aku memutuskan untuk pergi ke UGM,tepatnya ke Fakultas Ilmu Budaya(FIB) UGM.

Aku pun meneruskan pencarian dan perjalananku terus. Aku heran banyak orang berkumpul di papan pengumuman informasi di dekat Mushalla. Akupun menunggu sampai mereka selesai membaca pengumuman dan informasi yang ada. Perlahan-lahan mereka saling bercerita dan berharap. Semua kuperhatikan secara diam-diam,cerita dan harapan mereka. Setelah asik ngobrol sembari baca papan pengumuman itu mereka meninggalkanku sendirian dipapan informasi itu. Akhirnya tiba giliranku untuk membaca informasi apa saja yang ada dalam papan informasi itu?

Apa yang terjadi?
Thanks God .Terima Kasih Tuhan, Syukur bagimu. Itulah yang pertama kali kupikirkan dan dalam batinku yang masih terus mencari jati diriku di Yogyakarta ini. Alangkah terkejut sembari bersyukur membaca papan pengumuman yang menginformasikan dibutuhkan penulis-penulis muda berusia kurang lebih 25 tahun. Daftarkan diri anda segera kepada Yth. SEKSI KRONIK I:BOEKOE Jl.Patehan Wetan No.3 Alun-Alun Selatan, Yogyakarta. Demikian yang tertulis dalam informasi yang kudapatkan dipapan pengumuman itu. Dan hari ini 6 Januari 2009 jam 7.44 malam dikomputer, menjadi tempat tinggalku, tempat berkarya, tempat para seniman independen bertemu, tempat distribusi buku-buku sebelum dipasarkan ke toko-toko buku. Dan lain sebagainya untuk satu nama yang pasti, kreativitas yang mengalir.

Proyek penulisan tentang KRONIK KEBANGKITAN INDONESIA ini sebenarnya berpedoman kepada salah satu penulis terbaik Indonesia yaitu Pramoedya Ananta Toer(PAT). Mengapa berpedoman kepada PAT? Seperti diketahui dalam usia senjanya pun,Pram, demikian ia biasa disapa teman-teman sejawatnya begitu tekun untuk mengumpulkan arsip-arsip kuno tentang sejarah Indonesia modern baik dari kliping, koran, majalah, buku-buku, diari, dan lain-lan. Sebutlah ia mulai mengumpulkan tulisan itu dari usia 20-an tahun sampai ketika ia wafat di usia 81 tahun. Seluruh hidupnya praktis digunakan untuk menulis, membaca dan memberikan segala ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya untuk bangsanya yang begitu dicintainya.

Saat ini aku yang masih bekerja di Jl.Patehan Wetan no.3 alun-alun selatan sekaligus tempat tinggalku itu perlu dengan sungguh-sungguh merenungi kembali setahun kiprahku di Yogyakarta ini. Bagaimana aku selalu meningkatkan setiap potensi yang ada dalam diriku dalam kaitannya dengan dunia tulis –menulis juga perbukuan. Mengejawantahkan setiap potensi yang masih tersembunyi dalam diri ini untuk kemudian dikreasikan dengan dunia tulis - menulis dan perbukuan. Akhirnya tidak henti-hentinya aku selalu bersyukur kepada Tuhan karena kasihNya kepadaku dalam pergulatan hidupku selama satu tahun di Yogyakarta.
Wandi Barboy Silaban
6 Januari 2009
Patehan Wetan No.3 Alkid, Yk.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.