Sebulan di Solomon

Hari ini senja tepat tengah tahun.Dan saat aku menuliskan blog ini kumandang azan pembuka berkumandang dari sebalik rumah-rumah toko yang berhimpitan. Seperti biasa, aku mengerjakan tugas-tugas untuk mengedit buku-buku. Sekali ini giliran buku hukum dengan style praktis. Tak terasa sudah, sebulan lamanya aku di penerbitan yang baru ini, penerbitan Solomon. Aku tak tahu bagaimana menjalani masa depanku nantinya-- serba samar dan mengawang rasanya. Walaupun begitu keadaanku saat ini aku terus berusaha menggairahkan diri terus menerus dengan semangat yang menyala-nyala.

Tengah tahun ini, seandainya kita masih teringat dengan memori semasa kanak-kanak saat sekolah dasar dulu, sering dikhidmati dan diupacarai dengan sangat penting. Sekarang sudah berbeda dan kita semakin beranjak dewasa. Tahulah  kita bahwa dulunya, semua kenyataan itu hanya mencekoki diri kita untuk taqlid(artinya tunduk secara membabi buta) terhadap peringatan sakral itu.



1 Juni 1945 itulah peringatan hari lahirnya Pancasila. Soekarno terbayang-bayang sedang berorasi bagai seorang singa podium di depan sidang BPUPKI untuk menyiapkan pidato yang menggugah sepanjang sejarah Republik berdiri. Dari sinilah bermula lahirnya Pancasila. Saat itu Soekarno mampu menggugah segenap anggota sidang dengan konsep-konsep yang ditawarkannya. Ia mengungguli Muhammad Yamin, seorang nasionalis yang sering membayangkan Indonesia raya berkibar-kibar ke seluruh penjuru dunia  yang memegahi dunia. Juga tokoh-tokoh bangsa lainnya seperti Prof.M. Soepomo, Bung Hatta dan lain sebagainya

Soekarno sendiri enggan disebut sebagai penggali dan pencipta Pancasila. Ia hanya mengatakan bahwa Pancasila digali dari bumi pertiwi sendiri. Sudah ada sebelum negara ini terbentuk. Ia hanya seorang yang jeli melihat kandungan-kandungan alami yang dimiliki bumi pertiwi ini. Begitulah sosok bapak bangsa yang satu ini terus mengajari kebangsaan dan persatuan yang tak ada henti-hentinya kepada bangsanya. Terus menerus konsisten hingga akhir hayatnya.

Dan sekarang kita sudah menikmati selama 65 tahun lamanya sejak Pancasila dikumandangkan Soekarno dengan lantang dan menggugah. Semua catatan ini hanya sebagai rekaman ingatan sejarah yang sering kita lupakan saat ini. Begitulah refleksi hari Pancasila ini kucatat, tanpa dikhidmati secara seremonial layaknya pejabat pemerintahan dan pejabat politik saat ini.

Kumandang azan maghrib sudah tak terdengar lagi dan malam pun menjelang dengan pelahan. Suasana lengang dan terdiam menyambut gelap yang mulai bermunculan. Dan suara tuts-tuts keyboard komputer ini mengiringi jiwa saat menuliskannya pada monitor kaca di hadapan.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.