Perantau Dan Jalan KasihNya

Bimbang menyergap. Jalan kehidupan yang telah dilaluinya seketika membayang di depan mata. Maka,ia pun terus terkenang dan terbayang-bayang akan semua perjalanan hidupnya. Perantau, oh, perantau...

Inilah sekilas kisah pemuda yang mencoba mencari jati dirinya yang belum lagi matang. Dan dengan segenap perjalanan dan pengalaman yang akan ditujunya, ia terus menapaki jalan kehidupannya yang masih teramat asing baginya. Hmmm.........
Era globalisasi katanya serba modern dan serba canggih. Komputerisasi dan digitalisasi. Dan sasi-sasi lainnya yang melanda dunia saat ini. Tapi, baginya, semua terus dijalani apa adanya dan sebagaimana adanya saja. Begitulah.

Pribadinya yang sederhana,santun dan cukup bersahaja itu kerap membikin dirinya dianggap lemah tak berdaya bagai orang yang hidup segan mati pun tak mau. Belum lagi sikap diamnya, kerap kali menjengkelkan orang-orang sekitarnya karena ia dianggap tidak mengerti apa pun. Orang bodoh yang nekad, begitu barangkali anggapan orang-orang setiap kali bertemu dengannya.




Belum, belum, ia belum juga menemukan tujuan sejatinya yang entah apa. Hanya saja gerak perasaan dalam hatinya terus berdenyut dan mengusik-ngusik ketenangannya. Itu sebab ia menuliskannya. Ia terus menekuninya. Dan dengan pelahan-lahan ia terus melangkah dan menapaki dunia tulis-menulis. Dunia inilah yang menghibur hati dan senantiasa menguatkan dirinya. Tak lupa, tentu rasa syukur yang terus dipanjatkannya pada Tuhan Yang Kuasa untuk pemeliharaan hidupnya selama hidup dalam perantauan...

Festival Penulis dan Pembaca Kristiani 2010 terukir dan terpampang pada kotak pesan media jejaring sosial yang paling banyak diminati masyarakat dunia saat ini: Facebook. Beragam acara yang diselenggarakan tersimpan dalam bayangannya. Tiga komunitas jejaring sosial, yakni, World Book Day Indonesia 2010, Forum Indonesia Membaca, dan library@batavia mengirimkan pesan yang sama. Acara itu sedianya akan dihelat pada hari Jumat-Minggu, 26-28 November 2010 di Museum Mandiri Jakarta.

Yang menjadi perhatiannya adalah sesosok yang tak asing baginya mantan big bossnya, Taufik Rahzen, saat pemuda itu pernah lalui kebersamaan yang hanya sebentaran saja dikarenakan waktu, ruang, dan tempat yang berbeda bagi keduanya untuk bersatu. Kemudian, dari semua tokoh yang diundang pada acara itu, melalui media jejaring sosial perkenalan yang dimilikinya, ia pun cukup baik berinteraksi dengan seorang yang dikenal sebagai penyair yang santun dan memiliki jiwa sosial yang tinggi, khususnya masalah lingkungan hidup : Eka Budianta. Pun halnya dengan sosok sastrawan senior Batak, terutama novel dan cerpen-cerpennya yang terus mengalir:Saut Poltak Tambunan.

Ia kembali ragu. Memikirkan dan mengenangkan semua pengalaman hidupnya yang harus bergelut dan bergulat dengan dunia tulis-menulis. Ia bertanya dalam hatinya: Apakah memang inilah jalan kehidupan yang diidam-idamkannya. Ia terus menulis tapi belum juga menghasilkan satu karya pun!!! Ia ingin dikenal sebagaimana penulis-penulis yang sudah malang melintang dan memiliki nama dalam dunia kepenulisan dan kepengarangan yang ada di negeri ini.

Dunia menulis, diketahui dan dikenalnya melalui sosok penulis muda yang sudah merasakan asam garam dan pahit getirnya dunia macam ini: Muhidin M Dahlan. Berangkat dari titik pertemuan dengan penulis muda itulah, perantau ini pelan-pelan memulai aktivitas rutinnya menulis. Mulanya melalui diari kemudian ia mencoba mengirimkannya ke media cetak. Tetapi, dunia macam ini tak menjamin apa pun untuk kelanjutan hidup ke depannya. Banyak pertaruhan sia-sia di dalamnya,karena ia belum lagi memiliki nama besar. Belum dikenal orang banyak. Maka, penulis muda itu pun memerkenalkan dunia buku. Tepatnya: penerbit buku. Dunia penerbitan buku pun menjadi pijakannya. Dan dengan begitu, menulis pun menjadi aktivitas yang tak akan bisa dilepaskannya. Sehari-hari ia bekerja sebagai pemeriksa aksara pada penerbitan yang dimiliki dan didirikan oleh mantan big bossnya bersama penulis muda itu. Begitulah.

Dan kini dunia menulis pun menjadi bagian hidup yang terus dijalaninya dengan sederhana dan sebagaimana adanya saja. Masih terus ia bertanya-tanya dalam hatinya: inikah jalan hidupku???

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.