*Jazzy-nya Perantau*

Seorang musisi yang jazzy yakni Bruno Mars
Perhatian! 
Tulisan ini hanya bersifat membebaskan. Tak ada niat menggurui, hanya ingin berbagi sesuai kata hati saja.

Ini kisah pertautan diri dengan Jazz. Ya, musik JAZZ!


Jazz adalah jiwa. Musik itu berasal dari kebebasan. Atas dasar kebebasan jiwa itulah jazz menghidupkan dirinya. Sehari sebelum kelahiran diri, di Istora Jakarta diselenggarakan konser musik jazz dari seorang musisi muda jazz masa kini, Bruno Mars namanya. 

Orang bilang musik jazz adalah musik yang mapan, tepatnya musiknya orang-orang yang sudah mapan. Mapan secara lahir maupun batin. Entah mengapa musik itu menautkan diri yang belum lagi mapan?! Saya terkesima dengan tayangan iklan di televisi yang seakan 'mengajak' untuk menikmatinya bersama-sama. Tulisan di kompasiana tentang hidup yang jazzy, hidup yang nyantai, juga membayang di kepala.

Ya, benar, musik Jazz adalah musik yang terkesan 'asal-asalan' karena tidak adanya irama rapih dan teratur dalam musik itu. Improvisasi adalah segalanya. Membebaskan si musisi dan instrumennya untuk melantunkan letupan rasa yang menyatu dengan instrumennya. Jika dalam sebuah lagu atau nyanyian, biasanya yang muncul adalah bagaimana supaya bisa mengeluarkan suara yang enak didengar dan indah sebisa mungkin,  jazz malah tidak berpatokan dengan hal macam itu. Buat musik ini, nyanyian ataupun lagu yang dikumandangkan hanyalah sebuah bunyi, sebagaimana juga instrumen mengeluarkan bunyi. Tak lebih. Maka suara sang musisi itu menjadi tidak terlalu penting untuk diperdengarkan disini. 

Yang penting : Bagaimana letupan rasa yang dikeluarkannya berpadu dan menyatu dengan istrumennya.

 

Ya, sekali lagi, BENAR!  Jazz adalah jiwa yang bergerak. Bagai sebuah bola yang terus menggelinding sejauh mungkin, eksplorasi jiwa diciptakan. Melintasi pikiran yang suntuk dan meninggalkan jejak pada jiwa. Ya, jazz adalah musik jiwa yang meluncur bebas dari hasrat hati yang tidak terbelenggu oleh apapun. Melajukan kebebasan.

Ya, tepat sekali. Jazz adalah improvisasi. Tak ada yang perlu dikekang. Biarlah segala jiwa mengalirkan kebebasannya dan melantunkan kata hatinya dengan sesuka hatinya.Cocok. Klop sudah.

Ya, tentu. Jazz adalah kebebasan atau kemerdekaan rasa. Bebas dari rasa takut, malu-malu, dan bebas pula dari segala penilaian umum dalam bermusik. Ia terspesialisasi. Dengan sederhana boleh dibilang, ia memiliki unsur kemelekatan yang khas dari dalam dirinya sendiri. Unik dan asli. Barangkali, itu sebabnya ia tak memedulikan segala "kepakeman" bermusik yang indah. Ia seakan-akan dihadirkan untuk menggugat kecenderungan penilaian yang mapan selama ini dalam menilai dan menikmati musik.


Musik adalah jalan hidup, begitu kata musisi latin Carlos Santana. Ia mengikuti kata hatinya sendiri. Dan Jazz adalah musik kata hati, musik naluri. Jiwa menari-nari ditingkahi instrumen dan filosofi lagu yang diusungnya. Jiwa mengayun karena alunan musik dan lagu yang terdengar padu. Musik ini begitu mengalir bagai air. Mengaliri si pemusik dan pendengarnya. Dengan musik Jazz, semua bisa menghayati kesedihan dan kesenangan sekaligus.
 
Musik jazz seakan menggambarkan kehidupan yang rutin dan monoton ini perlu "dihidup-hidupi".  Dalam pakem musiknya yang ketat itu, ada celah yang bisa dimanfaatkan untuk keleluasaan diri. Keleluasaan yang, sekali lagi, "dihidup-hidupi".  Kreasi yang terus menerus diciptakan. Saat pikiran dan jiwa sudah mengental dalam bermusik, segalanya tinggal mengalun dan mengikuti. 
Dan semua tetap fokus pada alunan yang sambut - menyambut.


Dan inilah puncaknya : Berinteraksi dengan penonton-pendengar. Ketika musik sudah 'matang' terdengar dan padu, penonton pun diajak larut didalamnya. Ya, interaksi ini dibutuhkan agar dapat menikmati kebersamaan dalam nge-jazz. Walau hanya sebentaran saja, 'ajakan' si pemusik, itu sudah menyenangkan bagi penonton-pendengar. Segalanya terhanyut dalam irama jiwa yang berbaur satu sama lain.


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.