41 Tahun Wafatnya Bung Karno

 

Bung Karno total mengabdi untuk Indonesia (gambar diunduh dari http://pakwin.edumoot.com/index.php?cal_m=5&cal_y=2011)


21 Juni 1970. Genaplah 41 tahun lalu engkau meninggalkan negeri yang amat kau cintai sekaligus kau banggakan ke seluruh penjuru dunia : Indonesia. Ya, dialah proklamator tercinta Indonesia dan pendiri bangsa paling utama dalam hal membangun nasionalisme. Siapa lagi namanya yang paling menjulang tinggi di bumi pertiwi ini, hanya satu nama anak manusia Indonesia yang berkibar-kibar itu, dialah : Soekarno, akrab disapa dengan Bung Karno.

21 Juni 2011. Saat ini, negeri ini sedang didera oleh pergunjingan politik yang tak menentu. Indonesia hari ini adalah Indonesia yang selalu nyaman berada dalam masa-masa transisi. Transisi dari sebuah negeri yang dulu sempat dikuasai oleh rezim otoriter dan militeristik, pelahan-lahan berubah menjadi negeri demokratis.

Lalu bagaimanakah meletakkan Bung Karno dalam konteks negeri yang selalu diselimuti berbagai perbedaan di dalamnya? Juga, bagaimana meletakkan Bung Karno, melalui ajaran dan pandangannya, ketika arus globalisasi dunia turut mengumbang-ambingkan negeri ini pada perputaran gelombang kehidupan dunia yang mengglobal? Tidak mudah menjawabnya.



 
Almarhum Alfian, pemikir politik Indonesia, pernah menilai bahwa sosok Bung Karno adalah sosok manusia multidimensi yang sulit untuk ditafsirkan dalam satu sisi. Menimbang Bung Karno adalah menimbang pelbagai dimensi yang melekat di dalamnya. Ada dimensi perjuangan dan kejuangan, keindahan, kemanusiaan, religiusitas, dan lain sebagainya yang keseluruhannya itu melekat dalam diri Bung Karno. Tapi yang terbesar adalah kecintaannya kepada bumi pertiwi, negeri yang selalu dicintainya hingga akhir hayatnya.

Bung Karno adalah sosok manusia yang melampaui zamannya.Dunia pun mengakui hal itu. Hemat saya, ada dua hal yang sangat kuat melekat dalam pandangan Bung Karno untuk negeri dan bangsa ini. Pertama konsep persatuan dan kesatuan bangsa yang selalu digelontorkannya sejak masa mudanya. Kedua, Pancasila. Pancasila yang sempat "dipersoalkan" oleh beberapa kalangan sejarawan dan pendiri bangsa lainnya yang mengklaim gagasan - gagasannya masing-masing, tak mengurangi kebesaran seorang Bung Karno. Namanya tak akan "cacat" dan "rendah" sekalipun bukan dirinya yang menciptakan Pancasila yang "diperdebatkan" itu. Jasa-jasa dan pengorbanan yang diberikannya untuk negeri ini sudah menjadi bukti. Demikianlah.

Jika mau diperas lagi, yang selalu menjadi akarnya adalah tetap rasa cinta untuk negeri dan bangsanya. Sejak 1926, Bung Karno yang ketika itu masih berumur 25 tahun, sudah gandrung akan persatuan dan kesatuan bangsa lewat tulisan-tulisannya yang tersebar dan dipublikasikan lewat media cetak. Kumpulan tulisan itu sebagian besar menjelang akhir masa kekuasaannya dibukukan dalam buku tebal dua jilid yakni : Dibawah Bendera Revolusi(DBR).  
 
Pancasila, selalu dikatakannya digali dari bumi pertiwi sendiri. Dari sari-sarinya yang mengakar dan menghunjam dalam tanah air Indonesia. Tak pelak lagi, inilah karya orisinal Bung Karno yang sangat menunjukkan kelasnya sebagai pemikir ulung di negeri ini. Bahkan ia tak mau mengaku bahwa dirinya adalah "pencipta Pancasila" karena tak ingin memiliki sifat yang takabur dan sombong. Begitulah.

1 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.