*Kesepian Perantau*


Mampus kau dikoyak-koyak sepi!
[sajak Chairil Anwar pada 1943, Sia-Sia]

 

 (Ya, karena melihat tembok macam inilah perantau kemudian menuliskan postingan ini) [gambar ini diambil dari: http://gielugita.blogspot.com/]
.

Ya, sebaris kata terakhir sajak "Sia-Sia" milik Chairil Anwar itu terasa menusuk dan menghunjam pedalaman diri ini. Ungkapan sarkas bernada getir itu seakan menyindir, bahkan 'terang-terangan' dengan gayanya yang sudah tertulis itu, menjadi ejekan telak bagi perantau yang dilanda kesepian.

Perantau menemukan sebaris kata terakhir dari sajak "sia-sia" itu pada tembok kota di atas jembatan Kali Code yang membatasi Kota Baru dan Malioboro Yogyakarta.



Kesepian nampaknya sudah menjadi kebiasaan yang tak terelakkan bagi para perantau di mana pun. Entah sudah berapa kali sepi muncul dalam kehidupan sehari-hari para perantau. Yang terang: rasa-rasanya hal itu tak bisa dihitung lagi karena sudah menjadi keadaan yang kerap dijalani dan dilalui dalam hidup perantau. Begitu pula perantau yang menuliskan postingan ini.

"Sepi". Ya, sejak kapan perantau mengenal kata itu? Nampaknya, kehidupan perantau pada masa remaja kemudian beranjak dewasa diselimuti dengan kata yang bernada menyendiri itu? Ya, rasa-rasanya diri perantau semasa remaja adalah diri yang menjadi penyendiri di tengah-tengah keluarga yang sederhana. Untuk menghibur diri dan pikiran yang suntuk itu, bukulah yang menjadi sumber utama untuk terus menyemangati kehidupan yang terus berjalan. Dan itu ternyata berhasil.

Ya, buku-buku yang dibaca, apa pun jenis dan bentuk bukunya, jika pikiran kalut dan bimbang seraya merana, buku-buku bacaan itulah yang justru tampil "menghidupi". Kalau pun tidak hidup, pembaca itu sendirilah yang "menghidup-hidupi" buku bacaannya. Sebab itu kesepian yang mengenaskan dan menggiriskan hati pun lepas dan melebur dalam alam khayal pikiran yang berkelana sampai kemana-mana, sejauh-jauhnya dan sebebas-bebasnya bersama buku. Dan pada akhirnya kembali kepada pijakan semula yakni kenyataan hidup yang harus dijalani dan dilalui.

Seiring berjalannya waktu, kesepian pun tidak lagi menjadi sesuatu yang "menakutkan' dan melayukan pikiran yang berkembang. Kesepian telah takluk dan ditindas oleh buku-buku!

Ah, ini hanya sebentuk postingan guna menghibur diri saja. Tulisan ini tidak bermaksud menghina dan merendahkan seorang Chairil Anwar -seorang penyair terdepan negeri ini- sebagaimana terungkap pada paragraf pertama di atas. Justru, ini postingan meneguhkan tentang betapa seorang Chairil Anwar dengan semangatnya yang menggelegak itu, begitu "hidup" menyelami dan menyongsong kehidupannya yang banyak dirundung kegalauan! Dan Chairil, kini sudah menjadi "berarti" dan "tidak sia-sia" lagi!!!

Begitu.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.