Selintas Kenangan tentang Bang Yamin Panca Setia
Diunduh dari https://myaminpancasetia.wordpress.com/
Baru kemarin rasanya menyapa Bang Yamin, demikian saya biasa
menyapanya, tapi kini ia telah tiada. Begitu cepat waktu berlalu. Entah mengapa
saya tiba-tiba mengingatnya. Maka, saya menuliskan kebaikan dan kenangan
tentang sosok Yamin.
Saya membaca kembali beberapa tulisan handai tolan, sahabat
karib, dan jurnalis senior yang menuliskan pengalaman personalnya bersama Bang
Yamin di media sosial, Facebook, yang jadi medsos favorit di Indonesia. Theo
Sibarani, misalnya. Teman seangkatan Bang Yamin di Program Pendidikan Sarjana
(PPS) Ilmu Kesejahteraan Sosial (Kesos) Fisip Universitas Indonesia (UI) itu
mengungkapkan sosok Yamin di kelas sebagai kawan yang paling argumentatif dan
ketat dalam kaidah-kaidah akademik.
Ia tidak pernah risi dengan segala perbedaan. Saya tidak
tahu pasti apakah ia tamat atau tidak dari kampus ini. Yang terang, pemikirannya
soal keadilan sosial, politik, dan lain sebagainya yang sifatnya menyuarakan
publik amat kritis dalam menganalisis suatu peristiwa dan berita. Dan kalau Anda ingin melihat
tulisannya nan cergas itu bacalah di media terakhirnya yakni AkarpadiNews.com.
Baca pula soal artis berkampanye yang diharapkan manjur untuk mendulang suara calon kepala
daerah. (http://www.akarpadinews.com/read/polhukam/berharap-tuah-selebritas
Betapa runut dan mendalam analisisnya!
Teman almarhum lainnya mengungkapkan pada 2005 Yamin bekerja di Majalah Gatra untuk wilayah Lampung. Saat itu Yamin juga mengikuti kelas Jurnalisme Sastrawi angkatan VIII yang dihelat Yayasan Pantau. Menurut temannya itu, Yamin termasuk peserta yang paling maju, tugas paling cepat selesai dengan kualitas apik yang tetap terjaga. Di kelas itu, Yamin adalah dinamisator. Ketika mumet, tulis kawan almarhum itu, Yaminlah sosok yang terus menggerakkan seraya menyemangati kawan-kawannya yang rata-rata biasa menulis laporan ilmiah yang kaku.
Atau simak pula obituarium dari jurnalis senior sekaligus Pemred AkarpadiNews.com, N.Syamsuddin Ch Haesy. Dalam tulisannya, Haesy menulis Yamin yang dikenalnya sejak bergabung bersama Jurnal Nasional adalah teman dalam suka dan duka khususnya saat Haesy ditinggal istrinya.
Menjelang akhir obituariumnya itu, Haesy menulis sosok Yamin dengan unsur sastrawi yang kental. Begini kalimatnya: Dia-satu
dari amat sedikit orang - yang datang dan menemani, ketika banyak orang melangkah pergi, saat saya terpuruk dan tersaruk. Dia juga -- satu dari sedikit orang -- yang menemani, ketika saya harus mendaki lagi tebing terjal, menerabas
belukar tantangan hidup dan kehidupan.
Bang Yamin juga seorang yang sulit tidur karena pemikiran dan jiwanya selalu gelisah. Saya teringat bagaimana jalinan komunikasi yang
hanya sesaat dalam naungan organisasi profesi yang sama yakni AJI Bandar Lampung. Saya membolak-balik lembaran majalah Indie edisi perdana
Februari 2003. Di situ, Bang Yamin menuliskan kehidupan Kampung Kaliawi Warna-Warni dalam rubrik 'Kampung Kita.' Tulisannya
begitu hidup dan menggugah! Selamat jalan, Bang. Semua kisahmu akan menjadi narasi abadi yang akan selalu kami kenang, Bang. Maafkan sahaya jika
belum bisa berbincang panjang tentang berbagai hal denganmu, Bang. Yang lisan akan berlalu, sedangkan yang
tertulis akan mengabadi scripta manent verba volant.
Teriring doa untukmu nun di sana. Semoga engkau tenang di sisiNya dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan. Amin
Tidak ada komentar: