tag:blogger.com,1999:blog-71886693178604421542024-03-26T19:24:14.652-07:00perantau dan bukunyaWandi Barboy Silabanhttp://www.blogger.com/profile/02544142025891821709noreply@blogger.comBlogger80125tag:blogger.com,1999:blog-7188669317860442154.post-85375015055497144222022-05-10T09:17:00.008-07:002022-05-10T09:25:22.679-07:00Seabad Rosihan AnwarWandi Barboy <div>Wartawan <i>Lampung Post</i> </div><div><br /></div><div>NAMA Rosihan Anwar di kalangan pers Indonesia adalah nama yang kiprahnya terus terukir melalui karya jurnalistik dan pemikirannya mengabadi dalam bentuk buku. Pria yang lahir di Kampung Kubang, Nan Dua, Sumatra Barat pada 10 Mei 1922 itu disebut sebagai begawan pers nasional. Dialah pendiri dan pemimpin redaksi majalah <i>Siasat</i> di Jakarta juga pendiri dan pemimpin redaksi harian <i>Pedoman</i>, Jakarta. Tepat hari ini(10/5), kelahirannya genap satu abad. </div><div><br /></div><div>Pada buku <i>In Memoriam Mengenang yang Wafat </i>yang diterbitkan penerbit buku Kompas pada 2002, salah satu pendiri harian Kompas, Jakob Oetama (JO), mengungkapkan kekagumannya terhadap Rosihan Anwar. JO merupakan panggilan Jakob Oetama di Kalangan Kelompok Kompas Gramedia. JO biasa menyebut Rosihan Anwar dengan Haji Waang. </div><div><br /></div><div>Menurut JO, dalam melihat suatu persoalan, Haji Waang, tidak melihat dari sudut pandang dan dimensi hitam-putih. Haji Waang melihat persoalan dari beragam segi, termasuk ada nuansa, pengkayaan materi, dan pandangan. Haji Waang mengumpulkan bahan dan membuat catatan yang tidak kalah lengkap dari dokumen. Kecermatan catatan serta daya ingat dan daya impresinya luar biasa. Demikian JO menuliskan kekagumannya kepada Rosihan Anwar. </div><div><br /></div><div>Di balik sanjungan yang diberikan Jo, ada juga yang mengkritik sosok Rosihan Anwar. Dialah Mochtar Lubis. Jurnalis angkatan 1945 itu sempat berpolemik dengan Rosihan Anwar. Hal itu tertuang dalam buku <i>Mochtar Lubis Wartawan Jihad</i> (1992). Mochtar mengkritik Rosihan Anwar saat turut menandatangani Peraturan Penguasa Perang Tertinggi (Peperti) Nomor 10, 12 Oktober 1960 tentang izin terbit bagi surat kabar dan majalah di seluruh Indonesia. Sedikitnya ada 19 pernyataan yang mendukung politik pemerintah kala itu. </div><div><br /></div><div><br /></div><div>Mengetahui bahwa Rosihan Anwar, turut menandatangani pernyataan tersebut, Mochtar mengirim surat ke Dewan Pimpinan International Press Institute (IPI), agar keanggotaan Rosihan di IPI dicabut. Rosihan membela diri bahwa dalam menghadapi tekanan apa pun surat kabar perlu berusaha mempertahankan hidup selagi ada kesempatan. Surat kabar tidak kehilangan hubungan dengan masyarakat dan wartawannya tidak mengucilkan diri. Polemik Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar itu mewarnai sejarah pers 1960-an saat tensi politiknya sedang tinggi-tingginya. Rosihan Anwar berkompromi dengan kondisi medianya, Mochtar tidak mau berkompromi. Demikianlah.</div><div><div class="separator" style="clear: both;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2LBFjnbqS6EiFL_VQZ1C4SUUo6hE3qFSXnpa5fLUuFg4Gsxk6yDAbWg-3zn7u_Vok-BLZUin5KBsmkGG-QgrVY1x7CGvsrTMAV_FG_c-pbUJN7yWibS0BqFRL2za6DDOafir42J7lEhApUxznICjtNgy6iwcW39Wv47ftMdCwjo2_Zy0XQX9T4B8u9Q/s2485/IMG_20220510_230231%5B1%5D.jpg" style="display: block; padding: 1em 0px; text-align: center;"><img alt="" border="0" data-original-height="2207" data-original-width="2485" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2LBFjnbqS6EiFL_VQZ1C4SUUo6hE3qFSXnpa5fLUuFg4Gsxk6yDAbWg-3zn7u_Vok-BLZUin5KBsmkGG-QgrVY1x7CGvsrTMAV_FG_c-pbUJN7yWibS0BqFRL2za6DDOafir42J7lEhApUxznICjtNgy6iwcW39Wv47ftMdCwjo2_Zy0XQX9T4B8u9Q/s320/IMG_20220510_230231%5B1%5D.jpg" width="320" /></a></div>
Walau begitu, Rosihan Anwar dan Mochtar Lubis tetap bersahabat. Keduanya saling menghargai dan menjunjung kebebasan pers. Keduanya adalah jurnalis 1945 yang cemerlang melalui tulisan-tulisannya. Sedikit yang mengetahui bahwa Rosihan Anwar adalah salah satu pendiri perusahaan film nasional "Perfini" (1950). Dia juga sempat menjadi aktor pembantu dalam film <i>Darah dan Doa</i> (1950), <i>Lagi-lagi Krisis</i> (1956), <i>Karmila</i> (1974), dan <i>Tjoet Nja Dien</i> (1988). </div><div><br /></div><div>Rosihan juga menulis naskah film dokumenter/sejarah untuk TVRI seperti <i>Hatta dan Sjahrir di Banda Neira</i> (1984). Penghargaan dan tanda kehormatan juga telah diterima Rosihan Anwar sepanjang hidupnya, antara lain Bintang Mahaputra Utama III pada 1973. </div><div><br /></div><div>Maka, pada pungkasan catatan ini, saya ingin mengutip kembali tulisan JO pada buku <i>In Memoriam</i> bahwa kemampuan dan kebiasaan Rosihan mengingat, mencatat, serta menyimpan impresi kejadian penting maupun sehari-hari yang penuh dengan nilai-nilai kemanusiaan adalah warisan yang berharga. </div><div><br /></div><div>Wartawan yang ingin mengembangkan diri lewat profesinya, tidak perlu ragu menjadikan Rosihan Anwar sebagai suri teladan. Tidak heranlah saat Rosihan mendapat gelar Ayatollah Wartawan Indonesia karena tulisannya terus mewarnai sejak Republik belum berdiri hingga saat ia dipanggil Sang Khalik pada 14 April 2011. </div><div><br /></div><div><br /></div><div> Tulisan ini dipublikasikan di koran <i>Lampung Post</i>, Selasa, 10 Mei 2022, Hlm.6, Kolom Nuansa.</div>Wandi Barboy Silabanhttp://www.blogger.com/profile/02544142025891821709noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7188669317860442154.post-69442227258849658532022-04-13T06:11:00.001-07:002022-04-13T06:11:19.162-07:00Demonstrasi 11 April 2022 <p>Berikut Nuansa tentang Demonstrasi 11 April 2022 di Koran <i>Lampung Post</i>, Hlm.6, Rabu, 13 April 2022. </p><p><br /></p><p>Bagaimana mesti menuliskan ihwal demonstrasi yang
berlangsung pada Senin(11/4) itu? Pertanyaan itu langsung menodong hati dan
pikiran saya. Namun, riuh rendah media sosial begitu mendominasi informasi dan
percakapan kita hari ini sebagai warga negara.</p><p class="MsoNormal"><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p>
<p class="MsoNormal">Inilah era media sosial yang kian terbuka bagi siapa saja.
Beragam pendapat tokoh dan pejabat publik serta warganet berseliweran melintasi
lini massa di media sosial. Semua terhampar apa adanya. Tidak hanya media
sosial, media <i>mainstream</i> pun turut mengawal aksi unjuk rasa Badan Eksekutif
Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) di Gedung DPR, Jakarta, yang sempat ricuh
tersebut.<o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p>
<p class="MsoNormal">Saya mencatat di media sosial, pada lini massa <i>Twitter</i>, nama
Ade Armando yang dikeroyok massa saat ikut berdemonstrasi di Gedung DPR menjadi
tren terpopuler mencapai 168 ribu twit hingga Selasa(12/4) pagi ini. Disusul
twit lainnya yang senada yakni gedung DPR 48,9 ribu twit, BEM SI 41,2 ribu
twit, Kadrun 39,5 ribu twit, hingga tagar #Rakyat_Bergerak. Saya membatasinya
sampai di situ. Masih banyak tagar lainnya yang berkelindan dengan demonstrasi
mahasiswa dan kelompok massa lainnya yang menyampaikan sejumlah tuntutannya
kepada pemerintah.<o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p>
<p class="MsoNormal">Demonstrasi merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
daring Kemdikbud memiliki dua definisi. Pertama, pernyataan protes yang
dikemukakan secara massal. Atau dengan kata lain, unjuk rasa. Definisi kedua,
peragaan atau pertunjukan tentang cara melakukan atau mengerjakan sesuatu.
Tentu saja demonstrasi yang saya tuliskan di sini merujuk pada definisi pertama.
<o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p>
<p class="MsoNormal">Sejumlah pihak menyebutkan aksi mahasiswa telah berhasil
menyuarakan suara moral masyarakatnya yang selama ini dikuasai oleh elite
politik yang tidak peka dengan kondisi kesulitan masyarakat. Orientasi elite
politik hanya pada kekuasaan jelang pemilu 2024. Sedangkan di pihak lain
menyebut aspirasi dari demonstrasi mahasiswa belum sepenuhnya tercapai karena
suara moral yang diusung justru kalah informasinya dengan pengeroyokan Ketua
Perkumpulan Pergerakan Indonesia untuk Semua (PIS) yang juga akademisi
sekaligus pegiat media sosial, Ade Armando. Hingga kini, polisi terus mendalami
kasus terduga pengeroyokan Ade Armando di Polda Metro Jaya. (<i>Medcom.id</i>, 12
April 2022)<o:p></o:p></p><p class="MsoNormal"><br /></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg5qBVEYF7Y9HjJpbDP9RjIWK-thUaO_K06b0ohSTHNUTPu2eoCtv8QKCmS-niftgVmCn8ZBcT6nVMxJQAOKCkNaFSpdsnArjCdg-Ktg1FOqpDcbLWxi_cSun6VDsd8vJy8U8oyNX2wMx0wXn6u5V8W61mLB20-Iyt2_vrsUn0jOQOFyyuqXzXCZQfZ_A/s1600/nuansaku.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1034" data-original-width="1600" height="414" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg5qBVEYF7Y9HjJpbDP9RjIWK-thUaO_K06b0ohSTHNUTPu2eoCtv8QKCmS-niftgVmCn8ZBcT6nVMxJQAOKCkNaFSpdsnArjCdg-Ktg1FOqpDcbLWxi_cSun6VDsd8vJy8U8oyNX2wMx0wXn6u5V8W61mLB20-Iyt2_vrsUn0jOQOFyyuqXzXCZQfZ_A/w640-h414/nuansaku.jpg" width="640" /></a></div><br /><p class="MsoNormal"><br /></p>
<p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p>
<p class="MsoNormal">Dua sisi yang berlainan fokus itu ibarat mata uang yang
tidak terpisahkan. Ada pihak yang memberikan selamat karena iklim demokratisasi
di negeri ini telah terwakili meski sempat ricuh, pihak lain mengecam kekerasan
bahkan mengutuk kekerasan yang terjadi karena aspirasi mahasiswa dalam
berdemonstrasi ternodai. Ada yang sengaja memancing di air keruh, penunggang
gelap, provokator, dan lainnya.<o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p>
<p class="MsoNormal">Dari amatan sepintas terlihat tuntutan mahasiswa ihwal
penundaan pemilu dan tiga periode tampaknya membuahkan hasil. Pihak Istana
tegas menyatakan semua akan berjalan sesuai konstitusi. Namun, pada tuntutan
yang lebih terasa bagi masyarakat sehari-hari yakni soal kestabilan harga bahan
pokok dan ketersediaannya serta mafia minyak goreng yang kasusnya mengambang
hingga kini belum mendapat perhatian luas dari DPR dan pemerintah. <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p>
<p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p>Wandi Barboy Silabanhttp://www.blogger.com/profile/02544142025891821709noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7188669317860442154.post-65803070092406347692022-03-25T07:14:00.002-07:002022-03-25T07:26:33.914-07:00Peringatan Meteorologi<p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjM8IXybzk6DxE3C9Y3phv8Pd0e0DUjySOfQNAmtNHLT4IC6Huz1X7b6wbWBxMfewLr2zhHjh-ANu1W4s5k6bHhcCPZMTw44DoKb4KAOjA5fDzNb2GlDSbq6FPk3qropGOFKXBOkCYoHu-PriYEdAtOX5KjSu8pfKEPDA4cJv0cLzOgbg-kBhi8vtdXhA/s1600/ini%20ya.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="857" data-original-width="1600" height="342" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjM8IXybzk6DxE3C9Y3phv8Pd0e0DUjySOfQNAmtNHLT4IC6Huz1X7b6wbWBxMfewLr2zhHjh-ANu1W4s5k6bHhcCPZMTw44DoKb4KAOjA5fDzNb2GlDSbq6FPk3qropGOFKXBOkCYoHu-PriYEdAtOX5KjSu8pfKEPDA4cJv0cLzOgbg-kBhi8vtdXhA/w640-h342/ini%20ya.jpg" width="640" /></a></div><br /><br /><p></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>Judul Nuansa di koran <i>Lampung Post, </i>Kamis, 24 Maret 2022, ini berjudul Peringatan Meteorologi. Saya menuliskan catatan ini menyambut hari meteorologi sedunia yang jatuh pada Rabu, 23 Maret 2022. Timbul pertanyaan dalam benak, apa pentingnya dunia memperingati hari meteorologi? Apakah bumi ini dalam keadaan tidak baik sehingga peringatan itu perlu dilakukan? Dan banyak lagi pertanyaan lainnya yang bisa dihamparkan ke hadapan pembaca.</p><p>.... ..... ....</p><p><br /></p><p>Hatta, agar momentum peringatan meteorologi sedunia ini tidak berlalu begitu saja, semua pihak perlu menerapkan etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Semoga.</p>Wandi Barboy Silabanhttp://www.blogger.com/profile/02544142025891821709noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7188669317860442154.post-68619940541654077172021-10-15T02:01:00.005-07:002021-10-15T02:01:54.648-07:00Nobel untuk Wartawan<p>PANITIA Nobel Perdamaian 2021 mengganjar dua wartawan dengan hadiah Nobel. Sepanjang sejarah Nobel perdamaian diberikan selama 86 tahun, inilah pertama kali jurnalis alias wartawan merenggut penghargaan bergengsi tersebut. </p><p>Selintas terbersit pikiran, alangkah hebatnya menjadi seorang wartawan. Apa istimewanya si wartawan hingga ia beroleh Nobel? Apakah tidak ada lagi kandidat yang lebih layak dibandingkan si dua wartawan itu? </p><p>Deretan pertanyaan itu terlintas di kepala dan sekumpulan pertanyaan lainnya yang juga timbul dalam benak. Semuanya hanya untuk menyangsikan ada apa dengan para wartawan di masa pandemi?</p><p>Bersenjatakan peluru kata-kata yang diuntai, ia seakan bisa mengubah dunia. Tidak percuma sebuah ungkapan yang menyatakan sebuah pena lebih tajam ketimbang pedang. </p><p>Saya langsung melihat profil si dua wartawan yang meraih Nobel Perdamaian di bilah mesin pencarian. Dari laman <i>Medcom.id</i>, saya mendapatkan informasi ihwal keduanya. </p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEhT-GgWiQxWCbkeRFOyG6X_1O2WheOBqFvcacOf3dJHTf3-XVdtP213V_-QNYQF0iSjKILunukr8IS8SAtf15rCgtsEvPbPIkEXfntw3ltSQAVQ7Z7LBM9nMKSm4H-kJM8uXMs-K_HZ--mPJGsyv2zOaDjE3ID62e6k4acRhw_qw--HQ_fAUOQW7KPf3g=s2048" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="Koran Lampung Post, Kamis, 14 Oktober 2021 pada Hlm.6, Kolom Nuansa." border="0" data-original-height="1277" data-original-width="2048" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEhT-GgWiQxWCbkeRFOyG6X_1O2WheOBqFvcacOf3dJHTf3-XVdtP213V_-QNYQF0iSjKILunukr8IS8SAtf15rCgtsEvPbPIkEXfntw3ltSQAVQ7Z7LBM9nMKSm4H-kJM8uXMs-K_HZ--mPJGsyv2zOaDjE3ID62e6k4acRhw_qw--HQ_fAUOQW7KPf3g=w640-h400" title="Koran Lampung Post, Kamis, 14 Oktober 2021 pada Hlm.6, Kolom Nuansa." width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="background-color: #6aa84f;">Koran Lampung Post, Kamis, 14 Oktober 2021 pada Hlm.6, Kolom Nuansa.</span></td></tr></tbody></table><br /><p><br /></p><p>Ya, hadiah Nobel Perdamaian 2021 diberikan kepada jurnalis Filipina, Maria Ressa, dan jurnalis Rusia, Dmitry Muratov. Keduanya dianggap berhasil atas upaya untuk melindungi kebebasan berekspresi.</p><p>Di sini, kebebasan berekspresi menjadi kunci. Berbahagialah semua jurnalis dan wartawan yang selalu memperjuangkan kebebasan berekspresi. Sebab, di masa pandemi inilah semua terasa manfaatnya. </p><p>Maria Ressa sebagaimana dikutip <i>Medcom.id</i> adalah pendiri, CEO, dan editor eksekutif<i> Rappler</i>, outlet berita daring yang meliput kebijakan dan tindakan pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte di Filipina. Sementara Muratov adalah pemimpin redaksi <i>Novaya Gazeta</i>, sebuah surat kabar Rusia yang menerbitkan liputan kritis tentang Kremlin. <i>Novaya Gazeta</i>, didirikan oleh Muratov pada 1993 dan terkenal dengan pengungkapan mendalam tentang penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran hak asasi manusia, serta korupsi di bawah pemerintahan Rusia.</p><p>Baik Ressa maupun Muratov menghadapi upaya pemerintah masing-masing untuk membungkam publikasi mereka. Namun, keduanya terus berjuang dengan sebaik-baiknya dan sehormat-hormatnya. </p><p>Lantas, bagaimana kondisi wartawan di Indonesia? Lampung sendiri seperti apa? Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat selama 2006—2021 kasus kekerasan jurnalis mencapai 878 kasus, mulai dari serangan digital, kekerasan fisik, teror, hingga tuntutan hukum. </p><p>Itu di Indonesia. Seperti apa sikon di Lampung? Sepanjang 2020, Bidang Advokasi AJI Bandar Lampung mencatat sembilan jurnalis yang mengalami kekerasan. Perinciannya, empat jurnalis mengalami intimidasi, dua jurnalis menerima ancaman, dua jurnalis mengalami kekerasan fisik, dan seorang jurnalis digugat secara perdata.</p><p>Jurnalis atau wartawan tidak pernah bersih dari kasus kekerasan. Tekanan datang dari segala penjuru selalu ada. Namun, di situlah jurnalis diuji. </p><p>Penghargaan Nobel Perdamaian 2021 untuk wartawan adalah bukti bahwa jurnalis independen kian dibutuhkan. Masa pandemi seperti ini kian menegaskan pers menjadi pilar penting perdamaian dunia serta peradaban hari ini dan masa depan. Semoga.</p><p><br /></p><p>Wandi Barboy</p><p>Wartawan <i>Lampung Post</i></p><p><i><br /></i></p><p>Dimuat di koran <i>Lampung Post</i>, edisi Kamis, 14 Oktober 2021 pada halaman 6 kolom Nuansa. </p><p><br /></p><p>Juga di situs berlangganan <i>Lampung Post </i>yaitu <i>lampungpost.id</i>: <a href="https://lampungpost.id/kolom/nobel-untuk-wartawan/" target="_blank">Nobel untuk Wartawan</a></p><p><i><br /></i></p><p><br /></p><p><br /></p>Wandi Barboy Silabanhttp://www.blogger.com/profile/02544142025891821709noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7188669317860442154.post-1940198112433577092021-09-30T04:13:00.005-07:002021-09-30T05:00:37.457-07:00Tokoh Pers Oleh Wandi Barboy SAYA menikmati diskusi daring bertajuk Tokoh Pers di Balik Sumpah Pemuda, "Pers Indonesia, Sejarah, dan Perkembangannya" di channel akun YouTube Muspada dengan narasumber orang-orang yang memang sudah berkompeten dalam membahas sejarah pers, yakni Muhidin M Dahlan, Heri Priyatmoko, dan Mariyana Ricky. <div><br /></div><div>Muhidin M Dahlan, penulis dan pegiat literasi sekaligus peneliti pers, dosen Pendidikan Sejarah Universitas Snata Dharma Yogyakarta, Heri Priyatmoko, dan Mariyana Ricky dari sisi jurnalis. </div><div><br /></div><div><br /></div><div> Dari diskusi ini diketahui ternyata para tokoh pergerakan yang merintis kemerdekaan Indonesia justru banyak dari kalangan pers. Muhidin menulisnya dengan dinamo pergerakan. Wahidin Soedirohusodo yang seorang dokter itu ternyata juga seorang jurnalis <i>Retno Dhoemilah</i>. Ia bersama dokter Soetomo, salah satu pendiri Boedi Oetomo, juga redaktur <i>Retno Dhoemilah</i>.
HOS Tjokroaminoto yang juga pendiri Sarekat Islam ternyata jurnalis di <i>Oetoesan Hindia</i>. </div><div><br /></div><div>Dokter Tjipto Mangoenkoesomo, yang bolak balik dipenjara karena tulisannya yang tajam. Tjipto menjadi jurnalis <i>De Express</i>. Selain itu, jangan lupakan sang pendidik, pendiri Taman Siswa, Soewardi Soerjaningrat, yang biasa dikenal dengan nama Ki Hadjar Dewantara. Medianya antara lain <i>Persatoean Hindia</i>, <i>Hindia Poetra</i>, dan sebagainya. </div><div><br /></div><div><br /></div><div>Tentu saja trio pendiri republik, yakni Soekarno, Hatta, dan Sjahrir, adalah sosok-sosok jurnalis yang lantang menyuarakan kemerdekaan.
Muhidin menyarikan kesimpulan semua tokoh pergerakan itu menjadi tiga temuan pers sebagai pembenihan ide keindonesiaan yaitu pers sebagai teknologi, pers juga <i>inhouse </i>atau mimbar organisasi, dan pers sebagai bisnis. </div><div><br /></div><div>Mengapa banyak tokoh pergerakan dan pendiri republik ini banyak menggeluti jurnalistik, tanya seorang penanya dari balik layar YouTube. Muhidin menjawabnya bahwa jurnalistik adalah laboratorium ide. Panglima pergerakan pers sebelum Indonesia merdeka itu adalah <i>Medan Prijaji</i> yang dikomandani Raden Mas Tirto Adhisoerjo. Pramoedya Ananta Toer menyebutnya sebagai Sang Pemula. <i>Medan Prijaji</i> adalah koran yang jelas keberpihakannya kepada bangsa yang terjajah dan menjadi perintis jurnalisme advokasi di Indonesia.
<div class="separator" style="clear: both;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgaP7Z8zipjRt3E13Mseh5jeO-rx2pB6UvoGorVGAhGDZrWuOo6V-yUH5zu5g9qV9x47R1HQfbjW9T4zXFZ1h42IcE6hzC21ouwxx2_t5AWJ193sDcpmTucgvA4hB8PKCyKjHQtp-PEJIts/s1489/WhatsApp+Image+2021-09-25+at+08.45.21.jpeg" style="display: block; padding: 1em 0px; text-align: center;"><img alt="" border="0" data-original-height="920" data-original-width="1489" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgaP7Z8zipjRt3E13Mseh5jeO-rx2pB6UvoGorVGAhGDZrWuOo6V-yUH5zu5g9qV9x47R1HQfbjW9T4zXFZ1h42IcE6hzC21ouwxx2_t5AWJ193sDcpmTucgvA4hB8PKCyKjHQtp-PEJIts/s320/WhatsApp+Image+2021-09-25+at+08.45.21.jpeg" width="320" /></a></div>
Heri Priyatmoko menjabarkan peran dan gerakan para tokoh Sumpah Pemuda yang juga menggeluti jurnalistik seperti Muhammad Yamin, Wage Rudolf Supratman, dan lainnya. </div><div><br /></div><div>Di sisi lain, Mariyana Ricky PD, jurnalis senior yang sudah malang melintang di berbagai media, menerangkan ihwal pers Indonesia masa kini. Ia menyatakan jurnalisme pascareformasi lebih baik berkembang dibandingkan sebelum reformasi. Sebab sebelumnya pada masa Orde Baru pers harus melalui sensor lebih dahulu. </div><div><br /></div><div>Setelah UU Pers tahun 1999 berlaku, pers mulai menemukan kebebasannya. Namun, kebebasan itu juga disertai kekerasan. Kekerasan terhadap jurnalis masih terus terjadi di negeri ini.
Tidak hanya isu kekerasan jurnalis, tantangan jurnalis masa kini lebih kompleks karena tantangan dari berbagai penjuru baik dari sisi internal maupun eksternal pers itu sendiri. Tabik. </div><div><br /></div><div> Dimuat di koran <i>Lampung Post</i>, Sabtu, 25 September 2021 pada halaman opini, kolom Nuansa di halaman 6.
</div><div><br /></div><div>Dimuat juga di situs <i>lampungpost.id</i> pada kolom Nuansa berjudul <a href="https://lampungpost.id/kolom/tokoh-pers/" target="_blank">Tokoh Pers</a></div>Wandi Barboy Silabanhttp://www.blogger.com/profile/02544142025891821709noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7188669317860442154.post-7164348020018945302021-09-10T07:01:00.004-07:002021-09-30T04:57:56.330-07:00Watchdoc oleh Wandi Barboy NAMA Watchdoc sekilas terdengar menyeramkan. Menyebut Watchdoc dalam satu tarikan napas seperti mendengar pelesetan Watchdog. Imajinasi beterbangan. Melayang-layang ke segala penjuru. Terbayang bagaimana anjing menggonggong melihat sesuatu yang mencurigakan. "Guk..guk..guk" suara itu menyalak tajam seakan memecah malam yang hening. <div><br /></div><div>Selain pelesetan dari Watchdog di atas, salah satu pendiri Watchdoc, Dandhy Dwi Laksono, menyatakan Watchdoc adalah akronim dari Watchdoc(Umentary). Terjemahan bebas bisa jadi dokumenter pengawas. Makna Watchdoc menjadi meluas. Tafsirnya bermacam-macam. Seturut apa yang Anda pikirkan saat membayangkan kata Watchdoc. </div><div><br /></div><div>Bisa jadi artinya sebuah bentuk film dokumenter yang terus menyoroti isu-isu kebebasan soal demokratisasi, keadilan sosial, lingkungan, dan lainnya.
DDL, demikian Dandhy biasa disapa karib oleh rekan sejawat, menegaskan cita-cita Watchdoc ingin agar kebebasan informasi mendorong terjadinya demokratisasi, literasi, dan pemikiran kritis (<i>critical thinking</i>). </div><div><br /></div><div>Bersetia di jalur demikian, Watchdoc mendapatkan apresiasi dari dunia internasional. Itulah kado kemerdekaan terindah bagi bangsa Indonesia memungkasi bulan kemerdekaan pada Agustus 2021. Tepatnya,Watchdoc mendapatkan penghargaan Ramon Magsaysay 2021 for Emergent Leadership di bidang jurnalisme investigatif. </div><div><br /></div><div>Pada tayangan di laman Youtube Watchdoc Documentary, Watchdoc menjadi satu-satunya organisasi yang pernah meraih penghargaan Ramon Magsaysay. Jurnalisme Watchdoc mengingatkan kita pada bagaimana kekuatan jurnalisme advokasi dan jurnalisme yang berpihak kepada masyarakat. Jurnalisme yang berpihak kepada kemanusiaan.</div><div><div class="separator" style="clear: both;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEitdwnwtvsE1ZANJTFECj__YU7GBeQOHCpoy-WznIQHxHQspVVjhyphenhyphenPLtbr1sA7DmprtlR0GOkN7__21ho9IA_2N4Sc9wxdOsE4UJ08wZZEfaPNEVcOwb9g5oqXxOeWOB4q26JPRCgyfzGe1/s0/nuansaku.jpg" style="display: block; padding: 1em 0px; text-align: center;"><img alt="" border="0" data-original-height="920" data-original-width="1581" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEitdwnwtvsE1ZANJTFECj__YU7GBeQOHCpoy-WznIQHxHQspVVjhyphenhyphenPLtbr1sA7DmprtlR0GOkN7__21ho9IA_2N4Sc9wxdOsE4UJ08wZZEfaPNEVcOwb9g5oqXxOeWOB4q26JPRCgyfzGe1/s0/nuansaku.jpg" /></a></div>
Kemanusiaan selalu menjadi arus utama dalam pembuatan film dokumenter Watchdoc. Semua hal yang jarang terekspos dan sensitif bagi media arus utama, justru disorot Watchdoc secara konsisten dan terus-menerus. “</div><div><br /></div><div>Sebuah rumah produksi yang dengan kreatif mengombinasikan film dokumenter dan platform alternatif untuk mengangkat isu-isu yang tak terekspos,” begitu Watchdoc diperkenalkan di antara para peraih penghargaan pada tahun ini dalam situs <i>rmaward.asia</i>, pada Selasa (31/8). </div><div><br /></div><div><br /></div><div>Serangkaian elemen-elemen jurnalisme yang dipopulerkan oleh Bill Kovach dan Tom Rosenstiel itu menjadi nilai-nilai yang diusung oleh Watchdoc. Khususnya, untuk elemen memantau kekuasaan dan menyambung lidah orang-orang yang tertindas. </div><div><br /></div><div>Memantau kekuasaan itu rujukannya bukan untuk memprovokasi, melainkan membangun demokratisasi.
Entah kenapa Watchdoc mengingatkan saya pada jurnalisme advokasi yang diusung oleh <i>Medan Prijaji</i>. <i>Medan Prijaji</i> adalah media yang dirintis oleh Raden Mas Tirto Adhi Soerjo (R.M.T.A.S). </div><div><br /></div><div>Media cetak pertama yang sadar menggerakkan publik untuk kemerdekaan bangsa. Sebuah media yang terus menyoroti kebijakan pemerintah kolonial Belanda yang sewenang-wenang dan menjajah negeri Indonesia yang kala itu masih bernama Hindia Belanda. </div><div><br /></div><div>Watchdoc, saya kira, telah menjadi tonggak jurnalisme advokasi di era disrupsi. Semoga. </div><div><br /></div><div><br /></div><div>Dimuat di koran <i>Lampung Post</i>, halaman 6, Rabu, 8 September 2021 pada kolom "Nuansa." </div><div><br /></div><div><br /></div><div>Bisa juga didengarkan di situs <i>lampungpost.id</i> pada kolom Nuansa berjudul <a href="https://lampungpost.id/kolom/watchdoc/" target="_blank">Watchdoc</a>. </div><div><br /></div><div><br /></div><div>Selain itu, bisa juga didengarkan di Podcast Anna Kidah Sai100fm "Watchdoc, Kekuatan Jurnalisme di Era Disrupsi"
<a href="https://open.spotify.com/episode/24usJqyvTQB1o1RzpwypDA?si=D7eBdagASPy5tPTLQVRmYQ&dl_branch=1&nd=1">https://open.spotify.com/episode/24usJqyvTQB1o1RzpwypDA?si=D7eBdagASPy5tPTLQVRmYQ&dl_branch=1&nd=1</a></div>Wandi Barboy Silabanhttp://www.blogger.com/profile/02544142025891821709noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7188669317860442154.post-65892072340828695882021-02-08T04:00:00.004-08:002021-02-08T04:17:02.677-08:00Indonesia Hari IniINDONESIA hari ini adalah negeri dengan segala musibah yang menyertainya.
<div class="separator" style="clear: both;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0eKLgtEpENfC_ClL82sj_om41Ndmtt-c8eZHumnteOC0gkcAYRHqog6Gcc-OnYzbrLNE52WuF1iz1b7oADspmg76XxA_wSH9lSkwV9ndhgWnNBHr03yPIOlGZcTRcDyze6fDrziddyD3m/s673/pram.jpg" style="display: block; padding: 1em 0; text-align: center; "><img alt="" border="0" width="320" data-original-height="373" data-original-width="673" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0eKLgtEpENfC_ClL82sj_om41Ndmtt-c8eZHumnteOC0gkcAYRHqog6Gcc-OnYzbrLNE52WuF1iz1b7oADspmg76XxA_wSH9lSkwV9ndhgWnNBHr03yPIOlGZcTRcDyze6fDrziddyD3m/s320/pram.jpg"/></a></div>
Izinkan saya mencatatkan semua hal kecil tentang Indonesia hari ini, seraya mengenangkan hari kelahiran sastrawan besar abad ke-20, Pramoedya Ananta Toer, yang ke-96 tahun tepat hari ini (6/2). Bergeraklah Indonesiaku dari Sabang sampai Merauke. Bergerak atas nama kemanusiaan sebagaimana diguratkan Pramoedya dalam karya-karyanya.
Berikut link: <a href="https://www.lampost.co/berita-indonesia-hari-ini.html">https://www.lampost.co/berita-indonesia-hari-ini.html</a>Wandi Barboy Silabanhttp://www.blogger.com/profile/02544142025891821709noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7188669317860442154.post-57256808906497982832021-01-18T03:35:00.006-08:002021-01-18T03:40:38.268-08:00Semeru, Gie, dan MonaDi tengah bangsa yang terus didera bencana yang tidak berkesudahan ini, sosok seperti Soe Hok Gie dan Mona Lohanda adalah sosok yang senantiasa menginspirasi dan mencerahkan masyarakat. Kata dan perbuatannya seiring sejalan. Mari tengok bersama adakah tokoh yang seperti Soe Hok Gie dan Mona Lohanda kini di tengah masyarakat Indonesia yang masih terdampak oleh pandemi Covid-19?
Selengkapnya bisa dibaca di :<a href="https://www.lampost.co/berita-semeru-gie-dan-mona.html">https://www.lampost.co/berita-semeru-gie-dan-mona.html</a>
<div class="separator" style="clear: both;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-Ckg9ZOyZ8Hlrx9JV4X2fEKQvuMDcSq4a_pUeQxJ4Kvn65Gh6HT85z-xF3PKqAz4fFqSyJoI5VemdzpUpYIHpx3Xy2cIHnLDxQYXq72KmQOB74-_CkGPpg-USYZXnZtnO2nj2gUgTzxlT/s0/bromo+dan+semeru.jpg" style="display: block; padding: 1em 0; text-align: center; "><img alt="" border="0" data-original-height="683" data-original-width="1024" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-Ckg9ZOyZ8Hlrx9JV4X2fEKQvuMDcSq4a_pUeQxJ4Kvn65Gh6HT85z-xF3PKqAz4fFqSyJoI5VemdzpUpYIHpx3Xy2cIHnLDxQYXq72KmQOB74-_CkGPpg-USYZXnZtnO2nj2gUgTzxlT/s0/bromo+dan+semeru.jpg"/></a></div>
Wandi Barboy Silabanhttp://www.blogger.com/profile/02544142025891821709noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7188669317860442154.post-14855243040787715372020-11-24T00:05:00.001-08:002020-11-24T00:05:35.570-08:00Soekarno dan Buku <p><span style="background-color: white; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px;">Ketika Soekarno remaja, saat dunia di sekelilingnya terasa hampa dan gelap, ia masuk ke dalam—menyitir ucapan orang Inggris—dunia pemikiran. Ihwal ini tertuang dalam buku</span><span style="background-color: white; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px;"> </span><em style="box-sizing: border-box; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px;">Bung Karno Penjambung Lidah Rakjat Indonesia</em><span style="background-color: white; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px;"> </span><span style="background-color: white; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px;">yang ditulis Cindy Adams, wartawati AS, yang dialihbahasakan oleh Mayor Abdul Bar Salim (1966).</span></p><p><span style="background-color: white; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px;"><br /></span></p><p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjLxAe2KCIeUm39mnnbDkm7l37zQcfQVwf8YTLdUTsl1EwAAwlkFnffxthnN6qJudU_yMznrHdV_d-HzvSYEfobby0MbeRNYeT7bEGxwAGACFfBe1qwPphFtI1RAxmViylJxTE1Ggr84FB9/s269/download+wikipedia+sukarno.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="269" data-original-width="187" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjLxAe2KCIeUm39mnnbDkm7l37zQcfQVwf8YTLdUTsl1EwAAwlkFnffxthnN6qJudU_yMznrHdV_d-HzvSYEfobby0MbeRNYeT7bEGxwAGACFfBe1qwPphFtI1RAxmViylJxTE1Ggr84FB9/s0/download+wikipedia+sukarno.jpg" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Ir. Soekarno<br />Sumber: Wikipedia</td></tr></tbody></table><br /><span style="background-color: white; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px;"><br /></span></p><p><span style="background-color: white; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px;">Maka, mari jadikan membaca buku masa pandemi sebagai kegiatan rohani. Ada pergulatan di sana. Seperti halnya Soekarno, generasi saat ini bisa becermin, bahwa lewat membaca buku, kita bisa sedikit bergembira. Semoga.</span></p><p style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px; line-height: 27px; margin: 0px 0px 20px;"> </p><p style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px; line-height: 27px; margin: 0px 0px 20px;">Berikut link : <a href="https://www.lampost.co/berita-soekarno-dan-buku.html" target="_blank">https://www.lampost.co/berita-soekarno-dan-buku.html</a></p>Wandi Barboy Silabanhttp://www.blogger.com/profile/02544142025891821709noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7188669317860442154.post-18465121008433937552020-09-04T01:47:00.001-07:002020-09-04T01:47:12.829-07:00Kerukunan Manusia<p>Hak Asasi Manusia (HAM), kemudian memanusiakan manusia. Ini kolom dengan nuansa religius, maka benang merahnya saya pilih semua manusia rukun yang ada dalam kitab Mazmur 133 Ayat 1. </p><p><br /></p><p>Di sini: <a href="https://m.lampost.co/berita-kerukunan-manusia.html" target="_blank">https://m.lampost.co/berita-kerukunan-manusia.html</a></p><p><br /></p><p><br /></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhOZeg6uzE2CyKLfeSKlpEkp1xGryA62sroNi5MKp5ZKU7Umwdf8FU5kx1vgT5RbuGaQio65k9tYZ5njCKVKyBnvnolFCd5vpXEz3qknpna-W-urctnu2OlMUDJt-FTGQipVRAAP03vgPCU/s1024/rukun+cinta.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="682" data-original-width="1024" height="416" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhOZeg6uzE2CyKLfeSKlpEkp1xGryA62sroNi5MKp5ZKU7Umwdf8FU5kx1vgT5RbuGaQio65k9tYZ5njCKVKyBnvnolFCd5vpXEz3qknpna-W-urctnu2OlMUDJt-FTGQipVRAAP03vgPCU/w625-h416/rukun+cinta.jpg" width="625" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Ilustrasi: istockphoto.com </td></tr></tbody></table><p><br /><br /></p>Wandi Barboy Silabanhttp://www.blogger.com/profile/02544142025891821709noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7188669317860442154.post-66563335646720645262020-08-21T02:06:00.000-07:002020-08-21T02:06:09.813-07:00Dua Kelahiran <p> <span style="background-color: white; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px;">DUA kelahiran dalam satu pekan ini sebagai titimangsa pijakan dalam menapaki dunia jurnalisme bagi saya secara personal. Pertama, pada 7 Agustus tahun ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), organisasi tempat saya bernaung, merayakan hari jadinya yang ke-26. Sementara pada 10 Agustus di tengah pandemi, Lampung Post, perusahaan media tempat saya bekerja, menggelar hari ulang tahun (HUT) ke-46.</span></p><p><span style="background-color: white; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px;"><br /></span></p><p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgaG83CmifgdsHy6leYi3eFjfE12p4fDptwzs43S1mepvNj3mEefQMGLZCm8ivUD3YONu-lcGf9oj0WgKR1e8jeN_GC-JSnEjSVTi0ySv3j_aHNCPFY0CnE22McoYuLbTEUzpWhFEisDKcM/s640/simbol+aji+baru.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="640" data-original-width="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgaG83CmifgdsHy6leYi3eFjfE12p4fDptwzs43S1mepvNj3mEefQMGLZCm8ivUD3YONu-lcGf9oj0WgKR1e8jeN_GC-JSnEjSVTi0ySv3j_aHNCPFY0CnE22McoYuLbTEUzpWhFEisDKcM/s0/simbol+aji+baru.jpg" /></a></div><span style="background-color: white; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px;"><br /></span><p></p><p><span style="background-color: white; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px;"><br /></span></p><p><span style="background-color: white; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px;">Entah suatu kebetulan atau tidak, tanggal milad keduanya berdekatan. Apa maknanya? Yang terang, dengan kedua usia itu (26 tahun dan 46 tahun) suatu usia yang bisa dikatakan perpaduan kedewasaan dan kematangan baik organisasi AJI maupun Lampung Post, media tempat saya bernaung dan berkhidmat menjalankan jurnalisme. Semoga panjang umur untuk keduanya.</span></p><p><span style="background-color: white; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px;"><br /></span></p><p><span style="background-color: white; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px;"><br /></span></p><p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjunYb_0dNKK056d3t7bD_50btSV11prRuYDoUpzMnmNXEUt4TuLe7tCRuCaM2HLMKJ5SIzr2r1wocladzBXHjx7u7fhWjIwW2evUlLLVrpwS042Sg8mnxhudz14Bl_TNmkBd2BMeQB6UJs/s640/simbol+lampost.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="640" data-original-width="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjunYb_0dNKK056d3t7bD_50btSV11prRuYDoUpzMnmNXEUt4TuLe7tCRuCaM2HLMKJ5SIzr2r1wocladzBXHjx7u7fhWjIwW2evUlLLVrpwS042Sg8mnxhudz14Bl_TNmkBd2BMeQB6UJs/s0/simbol+lampost.jpg" /></a></div><span style="background-color: white; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px;"><br /></span><p></p><p><span style="background-color: white; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px;"><br /></span></p><p><span style="background-color: white; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px;">Baca juga : <a href="https://www.lampost.co/berita-dua-kelahiran.html" target="_blank">https://www.lampost.co/berita-dua-kelahiran.html</a><br /></span></p><p><span style="background-color: white; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px;"><br /></span></p><p><span style="background-color: white; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px;"><br /></span></p>Wandi Barboy Silabanhttp://www.blogger.com/profile/02544142025891821709noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7188669317860442154.post-18529376309674678942020-07-07T20:12:00.002-07:002020-07-07T20:20:50.694-07:00KKD<p style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: dimgrey; font-family: "alegreya sans", sans-serif; font-size: 17px; line-height: 27px; margin: 0px 0px 20px;">KONGRES Kebudayaan Desa disingkat KKD. Timbul pertanyaan di benak, apa perlunya menggelar kongres kebudayaan desa di tengah pandemi? Lantas, kenapa pula mesti desa? Apakah karena semua orang kota itu enggan dan kurang berminat pada soal yang namanya kebudayaan? Semua tanya itu berkecamuk dalam dada.</p><p style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: dimgrey; font-family: "alegreya sans", sans-serif; font-size: 17px; line-height: 27px; margin: 0px 0px 20px;">Tidak bisa tidak, dikepung soal desa dan keindonesiaan ini, saya terkenang Cak Nun. Entah kenapa ia menuliskan buku yang jika dibaca sekilas seperti kalimat terbalik. Judul buku itu: <em style="box-sizing: border-box;">Indonesia Bagian dari Desa Saya</em>. Buku yang merupakan gambaran reflektif Cak Nun tentang kehidupan masyarakat pada 1970-an itu masih terasa relevan untuk didialogkan kembali.</p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj0dVJslNWrda7ET9t2IHek0ETc0eNNJUDQaZWnoZU7qGQuHCxEzk-8FGaKh3n3TxlHvBUA1zACVzj91zEgmg_3D2ZIonH_7dNrdBV3fU4lcXhLwU57ij7gcC9rzQkJLOa9VWnNPJw69QSe/s960/desa.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="639" data-original-width="960" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj0dVJslNWrda7ET9t2IHek0ETc0eNNJUDQaZWnoZU7qGQuHCxEzk-8FGaKh3n3TxlHvBUA1zACVzj91zEgmg_3D2ZIonH_7dNrdBV3fU4lcXhLwU57ij7gcC9rzQkJLOa9VWnNPJw69QSe/d/desa.jpg" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Ilustrasi: Pixabay.Com<br /><br /></td></tr></tbody></table><p style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: dimgrey; font-family: "alegreya sans", sans-serif; font-size: 17px; line-height: 27px; margin: 0px 0px 20px;"><br /></p><p style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: dimgrey; font-family: "alegreya sans", sans-serif; font-size: 17px; line-height: 27px; margin: 0px 0px 20px;">Saya juga teringat dengan lirik lagu <em style="box-sizing: border-box;">Desa</em> dari penyanyi legendaris Iwan Fals. Pada pungkasan lagu itu ia menuliskan: Desa harus jadi kekuatan ekonomi. Terakhir, saya mencoba mendengarkan lirik lagu dari Ketcilbergerak yang berjudul<em style="box-sizing: border-box;"> Aku Anak Desa</em>. Sebuah lagu yang diciptakan oleh Ketjilbergerak untuk menjadi penyemangat sekaligus perekat bagi jaringan anak desa di seluruh pelosok negeri. Saya kutip baris favorit saya dari lagu ini: <em style="box-sizing: border-box;">Yang hebat dari desa sederhananya, Yang hebat dari desa adalah jujurnya, Yang hebat dari desa kemandiriannya.</em></p><p style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: dimgrey; font-family: "alegreya sans", sans-serif; font-size: 17px; line-height: 27px; margin: 0px 0px 20px;">Baca selengkapnya di : <a href="https://m.lampost.co/berita-kkd.html">https://m.lampost.co/berita-kkd.html</a></p>Wandi Barboy Silabanhttp://www.blogger.com/profile/02544142025891821709noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7188669317860442154.post-51603811365695764232020-06-16T01:45:00.001-07:002020-06-16T01:56:05.382-07:00Menghidupkan Bung Karno<font face="arial"><span lang="EN-US" style="font-size: 14pt; line-height: 115%;">Tidak hanya kelahiran
yang menjadi penanda, kematiannya pun di bulan Juni. Bung Karno wafat pada 21
Juni 1970 setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit Angkatan Darat. Dari arsip
harian <i>Kompas</i>, 24 Juni 1970</span><span style="font-size: 14pt; line-height: 115%;">, </span><span lang="EN-US" style="font-size: 14pt; line-height: 115%;">tertera judul tulisan <i>Banjir Air Mata di
Blitar</i>.</span></font><div><font face="arial"><span style="font-size: 18.6667px;"><br /></span></font></div><div><font face="arial"><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSzQugFpsSSj9i-FySmyIiLF70lv02y9x7Qzf7WyHegFpFdoHLUzjTDGPHnldhoUHv6PjGuL09hNIcxF1acGDYQ36XiWBxripO6omM-9Op9GGcXzJEtdTfETimnzP3ur0uccD96Shf7DLu/s269/berkas+presiden+sukarno+wikipedia+bahasa+Indonesia.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="269" data-original-width="187" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSzQugFpsSSj9i-FySmyIiLF70lv02y9x7Qzf7WyHegFpFdoHLUzjTDGPHnldhoUHv6PjGuL09hNIcxF1acGDYQ36XiWBxripO6omM-9Op9GGcXzJEtdTfETimnzP3ur0uccD96Shf7DLu/" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><br />Diunduh dari : Wikipedia Bahasa Indonesia berkas Presiden Sukarno</td></tr></tbody></table></font></div><div><div><span lang="EN-US" style="font-size: 14pt; line-height: 115%;"><p class="MsoNormal"><font face="arial"><span lang="EN-US" style="font-size: 14pt; line-height: 115%;"><br />Demikianlah kelahiran dan
kematian Bung Karno. Maka, tidak mengherankan rasanya jika bulan Juni disebut
Bulan Bung Karno. Tentu saja yang tidak bisa dilupakan adalah pidato monumentalnya</span><span style="font-size: 14pt; line-height: 115%;">—</span><span lang="EN-US" style="font-size: 14pt; line-height: 115%;">yang sering disebut sebagai pidato kelahiran Pancasila</span><span style="font-size: 14pt; line-height: 115%;">—</span><span lang="EN-US" style="font-size: 14pt; line-height: 115%;">saat rapat BPUPKI di Jalan Pejambon</span><span style="font-size: 14pt; line-height: 115%;">,</span><span lang="EN-US" style="font-size: 14pt; line-height: 115%;"> Jakarta</span><span style="font-size: 14pt; line-height: 115%;">,</span><span lang="EN-US" style="font-size: 14pt; line-height: 115%;"> pada 1 Juni 1945. </span><span style="font-size: 14pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></font></p>
<p class="MsoNormal"><span lang="EN-US" style="font-size: 14pt; line-height: 115%;"><font face="arial">Kini negeri ini dilanda
pandemi Covid-19. Saatnya menghidupkan kembali ajaran Bung Karno. Spirit
Pancasila dan gotong royong kian urgen diterapkan. Semoga. </font></span><span style="font-family: "courier new"; font-size: 14pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal"><span lang="EN-US" style="font-size: 14pt; line-height: 115%;"><font face="arial"><br /></font></span></p><p class="MsoNormal"><span lang="EN-US" style="font-size: 14pt; line-height: 115%;"><font face="arial">Catatan selengkapnya bisa dibaca di : <a href="https://www.lampost.co/berita-menghidupkan-bung-karno.html" target="_blank">https://www.lampost.co/berita-menghidupkan-bung-karno.html</a></font></span></p><br /></span></div></div>Wandi Barboy Silabanhttp://www.blogger.com/profile/02544142025891821709noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7188669317860442154.post-48855668250110516322020-06-03T20:46:00.074-07:002022-05-10T13:09:08.808-07:00Djin, Sang Cendekiawan Demonstran<div style="text-align: right;"><br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhO7mjDNm8TuIiYe2WFojtoBqE7OksltpImP-yAQKiK6FgkHTQOiKah3MIx5aZ-n6ccGH24HagLCXP1WxngOlh7sGF21xHwaghZf2kpAUzJY0RwsKVgo9taFD2aesQwL1pZncLcQqVfHieV/s1600/SOE+HOK+DJIN.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="375" data-original-width="279" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhO7mjDNm8TuIiYe2WFojtoBqE7OksltpImP-yAQKiK6FgkHTQOiKah3MIx5aZ-n6ccGH24HagLCXP1WxngOlh7sGF21xHwaghZf2kpAUzJY0RwsKVgo9taFD2aesQwL1pZncLcQqVfHieV/s1600/SOE+HOK+DJIN.jpg" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Diunduh dari google images</td></tr>
</tbody></table><i style="color: #3367d6; font-family: arial;"></i><blockquote><i style="color: #3367d6; font-family: arial;">Onhoorbaar groeit de padie</i><span style="color: #3367d6; font-family: arial;"> </span><span style="color: #3367d6; font-family: arial;">(Tanpa terdengar padi tumbuh)</span></blockquote><div><span style="color: lime;"><font color="#b51200" face="arial"><div><span style="font-family: arial;">ENTAH</span><span style="font-family: arial;"> mengapa terlintas kalimah sakti dari Multatuli di atas saat saya membaca berbagai catatan dan obituarium tentang Soe Hok Djin a.k.a Arief Budiman, cendekiawan sekaligus aktivis prodemokrasi beberapa saat usai kepulangannya kepada Sang Khalik. Tulisan dari kolega, sahabat, murid, aktivis, dan mereka yang mengidamkan cita-cita masyarakat yang adil dan sejahtera seakan beresonansi satu sama lain. </span></div></font></span><div><div style="text-align: left;">
<font color="#b51200" face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Ungkapan tanpa terdengar padi tumbuh itu juga membentangkan kisah saat Soe Hok Djin duduk termenung di sebelah peti jenazah adiknya, Soe Hok Gie. "<i>Tiba-tiba saya melihat sebuah gambaran yang menimbulkan pelbagai macam perasaan di dalam diri saya. Ketidakadilan bisa merajalela, tapi bagi seorang yang secara jujur dan berani berusaha melawan semua ini, dia akan mendapat dukungan tanpa suara dari banyak orang</i>," tulis Soe Hok Djin yang memberikan kata pengantar pada buku <i>Catatan Seorang Demonstran</i> karya Soe Hok Gie. </font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Ben Anderson, Sahabat Soe Hok Gie, juga pernah mengguratkan catatan tentang Soe Hok Gie dalam sepucuk suratnya. Indonesianis yang pernah dicekal rezim Orde Baru itu menulis, "<i>Gie, lebih dari seorang teman setia yang bisa dipercaya. Ia memiliki keberanian dan semangat yang terus menyala-nyala. Dia adalah simbol untuk semua harapan kita. Tetapi, Gie juga seorang yang selalu gelisah. Gie pernah menulis surat ke saya bahwa Gie merasa sendirian</i>," tulis Ben pada sepucuk suratnya berjudul: <i>In Memoriam Soe Hok Gie</i> dengan terjemahan bebas. </font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Baik Soe Hok Gie maupun Soe Hok Djin, keduanya memilih jalan yang sama. Meski terkesan berjuang sendirian di tengah rezim yang berkuasa dan dipenuhi dengan oportunisme, keduanya tetap berdiri tegak dengan berpedoman pada nilai-nilai kebenaran serta menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi. </font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Menurut hemat saya, seperti itulah cara mengenangkan kisah saat membaca kiprah dan sosok mendiang yang ditulis oleh mereka yang mengenal dan mengagumi Soe Hok Djin. Cendekiawan sekaligus aktivis terus bermunculan ke permukaaan. Namun, saat cendekiawan atau kaum intektual mulai merapat kepada kekuasaan, semua yang diperjuangkan seakan hilang. Idealisme tenggelam diterjang pragmatisme. Tindak tanduk cendekiawan itu hanya menjadi corong penguasa. Demikianlah siklusnya.</font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<font face="arial"><br />
</font><div style="text-align: left;"><font face="arial">
Namun, Djin, demikian mula-mula namanya disapa secara karib sebelum menjadi Arief Budiman, adalah sosok intelektual yang berbeda. Ia terus hadir dalam mengritisi kekuasaan yang sewenang-wenang dan berpihak kepada yang benar. Layaknya jurnalisme, Djin berpihak kepada kebenaran. Ya, sosok Djin akan terus muncul dan mengusik para penguasa yang menghegemoni kehidupan masyarakatnya dengan ketidakadilan dan diskriminatif.</font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Yang menarik, setelah ia mengritik penguasa dan suaranya mulai "diterima" publik dan republik, Djin tidak mau bergabung dan terlarut dalam kekuasaan. Ia menolak segala hal yang tidak sesuai idealismenya. Sementara kawan-kawannya yang menjadi aktivis 1966 yang sebelumnya sama-sama mengritisi rezim Soekarno telah merapat kepada kekuasaan, Djin tidak. </font></div><div style="text-align: left;"><font face="arial"><br /></font></div><div style="text-align: left;"><font face="arial">Seperti adiknya, Soe Hok Gie, yang juga mengritisi semua aktivis yang merapat kepada kekuasaan, Soe Hok Djin juga memilih jalan yang persis seperti adiknya. Jalan senyap. </font><span style="font-family: arial;">Seperti padi, tidak terdengar tapi tumbuh. Djin absen dalam perebutan kue pembangunan yang banyak diperebutkan aktivis pro demokrasi masa itu. </span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-family: arial;"><br /></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-family: arial;">Seturut catatan sejarah, kala itu adalah suatu peralihan dari rezim Soekarno ke rezim Soeharto yang, tentu banyak membutuhkan tenaga-tenaga terampil untuk suatu pembangunan yang dinamakan Orde Baru. Di titik ini, Djin dan Gie terlihat mengasingkan diri. </span></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">Keduanya mengambil pilihannya masing-masing. Gie dengan hobinya yang naik gunung, Djin dengan minatnya pada sastra dan seni. Perlahan tapi pasti, keduanya akhirnya menunjukkan keberpihakannya kepada orang kecil, tertindas, dan yang lemah. Meski memiliki intelektual yang mumpuni, Djin tidak bersikap angkuh. Sosok dan penampilannya sederhana saja. </font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: justify;"><div style="text-align: left;"><font face="arial"><br /></font></div>
<a name='more'></a><div style="text-align: left;"><font face="arial"><br /></font></div>
<b><div style="text-align: left;"><b><span style="color: red;"><font face="arial">Intelektualisme</font></span></b></div></b></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Tidak pelak lagi, Djin adalah <i>avant-garde</i> intelektualisme Indonesia periode 1966-1990-an. Hampir segala bidang ia geluti. Politik, seni, sastra, akademik, film, dan lainnya. Dalam bidang politik, Djin adalah salah satu konseptor utama golongan putih (golput) yang menolak pemilihan umum dengan cara tidak melakukan pencoblosan karena sudah pasti diketahui siapa pemenang pemilihan umum tersebut. Bahkan, ada selentingan yang menyatakan ia adalah bapak golput nasional.</font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Dalam bidang sastra, Djin adalah salah satu penandatangan Manifes Kebudayaan yang berpolemik dengan Lekra dalam pertarungan wacana konsep seni, sastra, dan kebudayaan pada zaman demokrasi terpimpin di bawah rezim Soekarno. Tidak hanya itu, Djin juga merumuskan Kritik <i>Ganzheit</i>, sebuah kritik dengan pendekatan ekspresif kepada pengarang dan karyanya dalam sebuah kritik sastra. Di lapangan sastra ini, Djin memang tidak membuat karya sastra. Ia terus menguliti sastra yang berpadu dengan teori-teori akademik. Bersama koleganya Ariel Heryanto, ia juga membuat alternatif lagi tentang sastra pada periode 1980-an dan telah dibukukan dalam buku <i>Perdebatan Sastra Konstektual</i>. </font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Tidak hanya politik dan sastra, di lapangan akademis ia juga konsisten menghasilkan karya-karya yang bermutu. <i>Pembagian kerja secara seksual: Sebuah pembahasan sosiologis tentang peran wanita di dalam masyarakat</i>, <i>Teori Pembangunan Dunia Ketiga</i>, <i>Chairil Anwar Sebuah Pertemuan</i> yang diangkat dari skripsinya, dan tentu saja buku yang diangkat dari disertasinya yaitu <i>Jalan Demokratis ke Sosialisme Pengalaman Chili di bawah Allende</i>. Ihwal teori ketergantungan dunia ketiga, misalnya, ini menjadi salah satu teori yang sangat dikuasai Djin secara komprehensif.</font></div><div style="text-align: left;"><font face="arial"><br /></font></div><div style="text-align: left;"><span style="font-family: arial;">Seperti diutarakan sahabatnya, Goenawan Mohamad, sastrawan sekaligus pendiri majalah </span><i style="font-family: arial;">Tempo</i><span style="font-family: arial;">, Djin adalah aktivis dengan idealisme murni. Ihwal idealisme yang murni inilah yang kini jarang untuk tidak menyebut langka di negeri ini. Cendekiawan sekaligus aktivis kini justru mempertontonkan kemesraannya dengan kekuasaaan. Maka, sosok Djin kini hadir menjulang setinggi-tingginya di tengah defisitnya cendekiawan kritis yang dimiliki republik.</span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-family: arial;"><br /></span></div>
<div style="text-align: left;"><span style="font-family: arial;">Bung Hatta, salah satu proklamator yang juga memiliki sikap sederhana dan kritis, dalam buku </span><i style="font-family: arial;">Demokrasi Kita</i><span style="font-family: arial;"> yang mengkritisi betapa otoriternya Demokrasi Terpimpin pernah menuliskan pertentangan idealisme dan realita. “</span><i style="font-family: arial;">Sejarah Indonesia sejak 10 tahun yang akhir ini banyak memperlihatkan pertentangan antara Idealisme dan Realita. Idealisme yang menciptakan suatu pemerintahan yang adil yang akan melaksanakan demokrasi yang sebaik-baiknya dan kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya. Realitas daripada pemerintahan, yang dalam perkembangannya kelihatan makin jauh dari demokrasi yang sebenarnya</i><span style="font-family: arial;">,” tulis Hatta. Dan Djin, diketahui selalu berupaya berjalan di aras idealisme. </span></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><span style="font-family: arial;">Pramoedya Ananta Toer saat menghadiri undangan senat UI pernah berbicara tentang </span><i style="font-family: arial;">Sikap dan Peran Kaum Intelektual di Dunia Ketiga</i><span style="font-family: arial;">. Menurutnya, kaum intelektual janganlah menjadi intelektual blanko (kosong). Dalam artian, tidak terlibat dan tidak menjadi bagian dari bangsanya(nasion). Seorang yang dinamakan kaum intelektual memiliki pertanggungjawaban moral untuk bangsanya. </span></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Pram menegaskan kaum intelektual Indonesia, sebagai manusia budaya Indonesia, sudah sepatutnya mempunyai keberanian intelektual dan keberanian moral terhadap Barat. Untuk menuntut dari Barat segala yang terbaik dan berguna, teknologi dan sains, bukan sebagai hadiah kemanusiaan seperti halnya dengan Van Deventer lewat politik etiknya. Praktiknya, terus-menerus yang menjamin lahirnya kedibyaan (genialitas) sehingga keintelektualan tidak tinggal jadi atribut sosial, tapi fungsional, dan membikínnya patut jadi penalaran dan nurani nasion.</font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Maka, kaum intelektual Indonesia tidak bisa tidak mesti menata kembali dan mengorganisasi secara sadar perasaan dan pikirannya dalam membangun lebih lanjut bangsa Indonesia dalam segala aspeknya. Pada titik ini, saya kira, Djin telah menjalankan tugasnya sebagaimana yang digariskan Pram tentang sikap dan peran kaum intelektual di dunia ketiga.</font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Sementara itu, cendekiawan sekaligus intelektual terkemuka pada abad 20, Soedjatmoko, juga pernah menuliskan tentang peran cendekiawan di negara berkembang. Ya, sebelum Djin berkibar dengan teori ketergantungan dunia ketiganya, Soedjatmoko lebih dahulu menuliskan pemikirannya yang juga bercorak sosialisme. Buya Syafii Maarif, guru bangsa itu pernah menyatakan Soedjatmoko adalah teladan kaum intelektual Indonesia yang tengah berhadapan dengan pragmatisme intelektualitas. </font></div><div style="text-align: left;"><font face="arial"><br /></font></div><div style="text-align: left;"><font face="arial">"Sosoknya harus dikenal oleh kaum muda di tengah terjadinya degradasi dan inflasi yang dihadapi intelektual, para doktor-doktor kita yang mengedepankan pragmatisme," ujar Buya Syafii Maarif puluhan tahun silam.</font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Menurut Soedjatmoko, sumbangan utama kaum cendekiawan sedikitnya bisa dirumuskan dalam tiga hal. Pertama, mengubah persepsi bangsa dalam menghadapi berbagai persoalan; Kedua, mengubah kemampuan bangsa menanggapi masalah baru, dan terakhir, mengubah aturan main dalam pergulatan politik. Dalam artian, idealisme kaum cendekiawan dalam pemikiran Soedjatmoko harus disertai pragmatisme dalam bertindak. Tegasnya, untuk melawan kemandekan, cendekiawan dituntut bukan hanya berani, tetapi juga keluwesan yang cerdik dan pemahaman yang mendalam akan masyarakatnya. </font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Tidak berlebihan rasanya jika saya juga mencatat bahwa Djin telah menggenapi semua tugas kecendekiaan yang dimaksud para pendahulunya seperti Hatta, Pramoedya Ananta Toer, dan Soedjatmoko. Namun, orang yang dikagumi Djin bukan ketiga nama besar dalam dunianya masing-masing itu. Ia justru mengagumi jurnalis legendaris sekaligus sastrawan, Mochtar Lubis.</font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div><span><font face="arial"><!--more--></font></span><div style="text-align: left;"><font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><b><font face="arial">Mochtar Lubis</font></b></div><div style="text-align: left;"><font face="arial"><br /></font></div><div style="text-align: left;"><font face="arial">
Pada buku <i>Mochtar Lubis Wartawan Jihad</i>(1992), Soe Hok Djin menuliskan kesannya saat kali pertama bertemu dengan Mochtar Lubis di tempat yang kurang biasa yaitu di penjara. Itu terjadi pada 1966. Judul tulisan Djin pada buku tentang kiprah 70 tahun Mochtar Lubis itu adalah <i>Manusia Multidimensional dan Kontroversial</i>. Djin mula-mula mengenal Mochtar sebagai novelis yang berhasil. <i>Jalan Tak Ada Ujung</i>, novel karya Mochtar Lubis itu, sangat mengesankan bagi Djin. Selanjutnya, Mochtar tampil sebagai jurnalis yang berani dan kritis terhadap pemerintah.</font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
"<i>Sebagai akibat keberaniannya sebagai wartawan dirinya sendiri juga terpaksa 'diberangus'. Dua kali orang ini masuk bui, Orde Lama dan Orde Baru</i>." (Hlm.117)</font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Menurut Djin, sebagai orang muda yang mendamba kebebasan, Mochtar Lubis adalah pejuang demokrasi yang tidak pernah istirahat. (hlm. 120). Mochtar dipenjara di rumah penduduk di gang Tembok yang dijadikan semacam rumah tahanan. Mochtar tidak sendiri. Ia bersama Soebadio Sastrosatomo, Natsir, H.J.C. Princen. Setelah pertemuan itu, mereka bersepakat mendirikan majalah <i>Horison</i> dan mendapuk Mochtar Lubis sebagai pemimpin redaksinya. Begitulah. Seiring berjalannya waktu, keduanya semakin akrab .</font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Namun, hubungan baik dengan Mochtar Lubis itu bukan tanpa perbedaan pendapat. Suatu ketika Djin diwawancarai sebuah media ibu kota tentang Bung Karno. Djin menyebutkan bahwa Bung Karno harus dimakamkan di Taman Makam Pahlawan karena jasanya yang besar. </font></div><div style="text-align: left;"><font face="arial"><br /></font></div><div style="text-align: left;"><font face="arial">"<i>Saya menentang kepemimpinan Bung Karno menjelang 1965 karena keotoriterannya. Tetapi, jasanya sebagai pemimpin bangsa sangat besar dan tidak bisa dihapus oleh siapa pun juga.</i>" (Hlm.123).</font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Kontan saja pernyataan Djin ini mendapat sentilan dari harian <i>Indonesia Raya</i> yang digawangi Mochtar Lubis. <i>Indonesia Raya</i> menganggap Djin masih terlalu hijau untuk berpolitik. Djin tetap pada pendiriannya dan mengerti posisi Mochtar Lubis dan kawan-kawannya yang pernah dibui oleh rezim Sukarno. </font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Perbedaan pendapat lainnya saat Djin bersama teman-teman lainnya berkampanye untuk memboikot pemilihan umum. Gerakan yang kemudian populer dengan nama Golput ini tidak disetujui oleh Mochtar Lubis. </font></div><div style="text-align: left;"><font face="arial"><br /></font></div><div style="text-align: left;"><font face="arial">"<i>Bagi Mochtar, Golkar merupakan alternatif bagi gerakan pembaruan politik di Indonesia, menggantikan partai-partai politik yang baginya sudah berdosa dengan berkompromi dengan pemerintahan Sukarno yang otoriter</i>." (Hlm.124)</font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Sekali lagi, Djin bisa memaklumi posisi Mochtar Lubis dalam menghadapi golput. Namun, Djin tetap teguh pada pendiriannya. Menurutnya, Golkar dalam mencapai harapan sebagaimana dimaksud Mochtar Lubis dan kawan-kawan dalam harian <i>Indonesia Raya </i>telah melanggar prinsip-prinsip demokrasi. Misalnya, dalam Undang-Undang Pemilihan Umum yang membatasi masyarakat membentuk partai baru. Juga dalam pelaksanaan pemilu yang melanggar asas-asas demokrasi antara lain memaksa pegawai negeri untuk memilih Golkar. Kalau tidak, mereka akan diberhentikan dari pekerjaannya.</font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Lantas, bagaimana Mochtar Lubis tampil kepada Djin, sebagai generasi yang lebih muda? Menurut Djin, Mochtar Lubis seperti kompas, yang selalu menyadarkan Djin tentang arah dan arti kehidupan. Mochtar tidak pernah tergiur oleh iming-iming kekuasaan atau harta. Suatu sikap yang kelak diteladani oleh Soe Hok Djin dari Mochtar Lubis hingga akhir hayatnya. </font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Sebagaimana tulisan Djin tentang sosok Mochtar Lubis yang ditulisnya manusia multidimensional yang kontroversial, Sosiolog Ignas Kleden pada harian <i>Kompas</i>, Selasa, 12 Mei 2020, pada satu halaman opini berjudul <i>Arief Budiman, Aktivisme dan Diskursus Publik</i> menuliskan, "<i>Arief Budiman adalah pribadi yang cukup sering menimbulkan kebingungan dan bahkan kontroversi, tidak saja selama hidupnya, tetapi bahkan setelah akhir hayatnya pada 23 April 2020</i>. </font></div><div style="text-align: left;"><font face="arial"><br /></font></div><div style="text-align: left;"><font face="arial">Pada pungkasan catatan yang mendalam itu, Kleden menuliskan,"<i>Pada akhirnya, Arief Budiman menjadi tokoh yang dikenang, dihormati, bahkan dicintai, karena dia hidup untuk suatu aktivisme yang tanpa pamrih, yang sanggup menggerakkan diskursus publik, mungkin tanpa dia sendiri sepenuhnya sadar akan peran tersebut</i>." Demikian Kleden menutup opininya yang mendalam dan bernas tentang Soe Hok Djin. </font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Tetiba, ingatan saya melayang kala menonton Djin diwawancarai jurnalis televisi puluhan tahun silam. Ya, saya pernah menyaksikan Djin diwawancarai wartawan televisi saat ia belum menderita parkinson di rumahnya di Salatiga yang diarsiteki Romo Mangun. Saya takjub memandang griyanya. Rumah itu terlihat sederhana sekali. Entah mengapa bangunan rumah itu seperti didominasi anyaman bambu dan kayu yang saling berpadu. Simpel. Dari penggambaran rumah ini, orang bisa melihat betapa sederhananya sosok sang empunya rumah. </font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;">
<b><span style="color: red;"><font face="arial">Jurnalisme</font></span></b></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Sedikit yang mengetahui Soe Hok Djin pernah menjadi salah satu aktor sejarah dalam dunia jurnalisme di Indonesia. Oleh sebab Djin pernah menjadi bagian dari sejarah jurnalisme di Indonesia, izinkan saya menyambung sedikit catatan ini ihwal jurnalisme.</font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Soe Hok Djin diketahui menjadi satu diantara 50-an deklarator di Sirnagalih, Bogor, pada 7 Agustus 1994. Dari sinilah berdiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI), sebuah organisasi yang dibentuk untuk melawan keotoriteran penguasa Orde Baru dalam bidang pers. Pada titik ini, terlihat jelas betapa konsistennya ia pada prinsip untuk melawan penguasa yang tidak adil. </font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Pada buku <i>Bredel 1994 Kumpulan Tulisan Tentang Pemberedelan Tempo, Detik, dan Editor</i> yang diterbitkan oleh AJI pada tahun yang sama, Djin menuliskan catatannya yang berjudul <i>Ketakutan Pers, Ketakutan Kita</i>. Catatan itu dibuka dengan kutipan utama Djin yang menyentil situasi dan kondisi pers di Indonesia. </font></div><div style="text-align: left;"><font face="arial"><br /></font></div><div style="text-align: left;"><font face="arial">"<i>Pers kita hidup dalam ketakutan karena pemerintah masih sangat kuat, sedangkan lembaga-lembaga masyarakat masih kurang berarti. Maka, pers yang mau berjuang harus berhitung dua kali sebelum melanjutkan misinya. Apa boleh buat, kapitalisme sudah merasuk kemana-mana, juga ke dunia pers</i>." (Hlm.23). </font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Menurut Djin, ketika <i>Tempo</i>, <i>Editor</i>, dan <i>Detik</i> diberedel, reaksi dari kalangan pers sendiri tidak jelas. Maka, timbul kesan seakan-akan masalah pemberangusan pers hanyalah sekadar soal sosial ekonomi, bukan masalah kemerdekaan pers dan demokrasi. Di titik ini, kembali terlihat konsistensinya terhadap kemajuan demokrasi di negeri ini.</font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Secara singkat, Djin menggolongkan ada empat macam reaksi pers. Tipe pertama, reaksi yang bersimpati terhadap media yang diberangus. Tipe kedua adalah mereka yang bersimpati, tapi tidak berani bersengketa dengan pemerintah. Tipe ketiga adalah mereka yang mendukung pemberangusan, baik untuk alasan politis maupun bisnis. Tipe keempat adalah mereka yang mendukung pemberangusan tapi tidak berani menyatakan sikapnya. </font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Djin menilai pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan keempat tipe pers di atas berbunyi senada. Perbedaannya hanya terletak pada permainan bahasa. </font></div><div style="text-align: left;"><font face="arial"><br /></font></div><div style="text-align: left;"><font face="arial">"<i>Pers kita memang hidup dalam ketakutan; ketakutan terhadap pemerintah dan ketakutan terhadap pandangan masyarakat. Ketakutan pertama menghambat perkembangan demokrasi, dan ketakutan kedua sebaliknya</i>," tulis Djin(Hlm.25). </font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
</font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Ini berbeda, misalnya, dengan masyarakat non-pers. Sikap dan tindakan mereka lebih jelas. Oleh karena pemberangusan pers merupakan tindakan yang membahayakan sendi-sendi demokrasi, maka tidaklah mengherankan kalau para cendekiawan, mahasiswa, dan pejuang-pejuang demokrasi lainnya menjadi prihatin dan turun ke jalan. Adanya orang-orang seperti inilah yang membuat hati Djin merasa terenyuh. Di satu sisi, Djin sedih melihat kenyataan bahwa bangsa ini, setelah lebih dari setengah abad kemerdekaan, masih hidup dalam ketakutan. Di lain sisi, Djin merasa terharu melihat adanya orang-orang (kebanyakan anak muda) yang masih berani secara lantang dan terbuka menyatakan suara hati mereka. </font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Pungkasan catatan yang ditulis Djin itu begitu menohok. Ia menulis: <i>Tidak, bangsa ini belum terlalu tenggelam!</i></font></div>
<div style="text-align: left;">
<i><font face="arial"><br /></font></i></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Demikianlah catatan saya tentang Soe Hok Djin. Sebagai cendekiawan ia bukanlah tipe cendekiawan yang berada di menara gading. Ia cendekiawan yang turun ke jalan. Ia tidak segan-segan berdemonstrasi menuntut keadilan dari para penguasa. Bahkan, ia rela menderita demi prinsip yang dipegangnya. </font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;"><font face="arial">
Seperti Soe Hok Gie yang menuliskan <i>Catatan Seorang Demonstran</i> dan <i>Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan</i>, Djin juga mengkhidmati jalan hidupnya sebagai seorang demonstran dan menyebut dirinya adalah penganut ajaran Karl Marx. Djin adalah cendekiawan sekaligus demonstran. Selamat jalan, Sang Cendekiawan Demonstran...</font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;">
<font face="arial"><br /></font></div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
</div></div>Wandi Barboy Silabanhttp://www.blogger.com/profile/02544142025891821709noreply@blogger.com29tag:blogger.com,1999:blog-7188669317860442154.post-17337227939350522962020-05-29T08:40:00.000-07:002020-05-29T08:40:35.083-07:00Selaras dengan AlamPemerintah Pusat menyiapkan New Normal atau kelaziman baru yang intinya memasuki tatanan kehidupan baru.<br />
<div>
<br /></div>
<div>
Pro dan kontra timbul. Tidak sedikit pihak yang mengritik kebijakan New Normal ini. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Saya teringat dengan dua filsuf sekaligus penulis Slavoj Zizek dan Henry David Thoreau secara perlahan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Di sini: <a href="https://m.lampost.co/berita-selaras-dengan-alam.html" target="_blank">https://m.lampost.co/berita-selaras-dengan-alam.html</a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiRxwaU0cibMeY1qK6kOH_E5FPrv6jV3OmffTI9EeGDaed-EUxfOejE4pGsNBaAnOs3ouC-BDIxWQuPvXAlGdkum9h6ZhWL5iefgC38iJjGz9STDmM09xzTOLGph2ROnLW939rTIUQ-p9rO/s1600/alam+apik.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="960" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiRxwaU0cibMeY1qK6kOH_E5FPrv6jV3OmffTI9EeGDaed-EUxfOejE4pGsNBaAnOs3ouC-BDIxWQuPvXAlGdkum9h6ZhWL5iefgC38iJjGz9STDmM09xzTOLGph2ROnLW939rTIUQ-p9rO/s1600/alam+apik.jpg" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Ilustrasi: Pixabay.com</td></tr>
</tbody></table>
<div>
<br /></div>
Wandi Barboy Silabanhttp://www.blogger.com/profile/02544142025891821709noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7188669317860442154.post-14657726559914580872020-05-06T00:28:00.000-07:002020-05-06T00:40:52.720-07:00Lord Didi<span style="background-color: white; color: dimgrey; font-family: "alegreya sans" , sans-serif; font-size: 17px;">BUMI Nusantara berguncang. Langit lini massa di media sosial riuh rendah dan memberikan penandanya. Tagar Didi Kempot dan Sobat Ambyar berduka menjadi trending topic di Twitter. Semuanya itu hendak mengabarkan maestro campursari Indonesia telah berpulang ke pangkuan Ilahi di RS Kasih Ibu di Solo, Selasa (5/5).</span><br />
<span style="background-color: white; color: dimgrey; font-family: "alegreya sans" , sans-serif; font-size: 17px;"><br /></span>
<span style="background-color: white; color: dimgrey; font-family: "alegreya sans" , sans-serif; font-size: 17px;"><br /></span>
<span style="background-color: white; color: dimgrey; font-family: "alegreya sans" , sans-serif; font-size: 17px;"><br /></span>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj-5dTyZigINfS46zqEYp_63dGKlxmrZpC4L8ggBTEd1YE_VsU0ez7LuBtP9zjoQ9KDOiVH1nQNBOm4d_lRnIMaaMvQ-Vj5O3CF_gKfBAxqBR6eHd5IoBXn5O9vgO4Z9W5px94NuEpoTZlj/s1600/LORD+DIDI.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1350" data-original-width="1080" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj-5dTyZigINfS46zqEYp_63dGKlxmrZpC4L8ggBTEd1YE_VsU0ez7LuBtP9zjoQ9KDOiVH1nQNBOm4d_lRnIMaaMvQ-Vj5O3CF_gKfBAxqBR6eHd5IoBXn5O9vgO4Z9W5px94NuEpoTZlj/s400/LORD+DIDI.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Ilustrasi : Diunduh dari https://gramho.com/media/2068052753777063829</td></tr>
</tbody></table>
<span style="background-color: white; color: dimgrey; font-family: "alegreya sans" , sans-serif; font-size: 17px;"><br /></span>
<span style="background-color: white; color: dimgrey; font-family: "alegreya sans" , sans-serif; font-size: 17px;"><br /></span>
<span style="background-color: white; color: dimgrey; font-family: "alegreya sans" , sans-serif; font-size: 17px;"><br /></span>
<span style="background-color: white; color: dimgrey; font-family: "alegreya sans" , sans-serif; font-size: 17px;">Baca selengkapnya di :<a href="https://www.lampost.co/berita-i-lord-i.html" target="_blank"> https://www.lampost.co/berita-i-lord-i.html</a></span>Wandi Barboy Silabanhttp://www.blogger.com/profile/02544142025891821709noreply@blogger.com0perum karunia indah Blok O No.27, RT 002, RW 000, LK III Sukabumi Indah, Kec. Sukabumi, Kota Bandar Lampung, Lampung 35134, Indonesia-5.4021339999999993 105.29921-30.9241685 63.990616 20.1199005 146.607804tag:blogger.com,1999:blog-7188669317860442154.post-18825051623586218022020-03-10T08:07:00.002-07:002020-03-13T05:07:48.224-07:00Gap Gender<div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px; line-height: 27px; margin-bottom: 20px;">
<span style="box-sizing: border-box; font-weight: 700;">Wandi Barboy</span></div>
<div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px; line-height: 27px; margin-bottom: 20px;">
<span style="box-sizing: border-box; font-weight: 700;">Wartawan <em style="box-sizing: border-box;">Lampung Post</em></span></div>
<div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px; line-height: 27px; margin-bottom: 20px;">
<span style="box-sizing: border-box; font-weight: 700;">TIAP</span> kali membincangkan kesetaraan gender, kenapa yang terjadi selalu sebaliknya: gap gender? Apakah gender itu lebih baik tidak dibincangkan agar jurang pemisah itu tidak terjadi atau seperti apa?</div>
<div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px; line-height: 27px; margin-bottom: 20px;">
KBBI daring mendefinisikan gap dengan kesenjangan, sementara gender dalam KBBI diartikan sebagai jenis kelamin.<a href="https://www.lampost.co/berita-gap-gender.html" target="_blank">https://www.lam</a><a href="https://www.lampost.co/berita-gap-gender.html" style="text-align: center;" target="_blank">post.co/berita-gap-gender.html</a></div>
<div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px; line-height: 27px; margin-bottom: 20px;">
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhsuAcpDLM9j9rFFqAYS-CjrBHit2ET3ltIj7mojzwgeinVJJ4JdzEjzXpNnPuh9eV5faECzVyCud31VnWNFqR9_-VjaS0zazvC9QAMCni2xjnRu5lqLkO-403-HKhx-s1W6FjKjY_4H6Sr/s1600/gender.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="574" data-original-width="960" height="382" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhsuAcpDLM9j9rFFqAYS-CjrBHit2ET3ltIj7mojzwgeinVJJ4JdzEjzXpNnPuh9eV5faECzVyCud31VnWNFqR9_-VjaS0zazvC9QAMCni2xjnRu5lqLkO-403-HKhx-s1W6FjKjY_4H6Sr/s640/gender.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Ilustrasi:Geralt/Pixabay.com</td></tr>
</tbody></table>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px; line-height: 27px; margin-bottom: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px; line-height: 27px; margin-bottom: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: dimgrey; font-family: "Alegreya Sans", sans-serif; font-size: 17px; line-height: 27px; margin-bottom: 20px;">
<br /></div>
Wandi Barboy Silabanhttp://www.blogger.com/profile/02544142025891821709noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7188669317860442154.post-51089039013524336232019-12-19T09:27:00.001-08:002019-12-19T09:27:26.237-08:00Pram, Anak Manusia di Negeri Bahagia<span style="-webkit-font-smoothing: antialiased; background-color: white; border: 0px; box-sizing: border-box; color: #383838; font-family: Lato, "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 18px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizelegibility; vertical-align: baseline;">Dalam anak rohani </span><i style="-webkit-font-smoothing: antialiased; background-color: white; box-sizing: border-box; color: #383838; font-family: Lato, "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 18px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizelegibility;"><span style="-webkit-font-smoothing: antialiased; border: 0px; box-sizing: border-box; font-family: inherit; font-style: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizelegibility; vertical-align: baseline;">Nyanyi Sunyi Seorang Bisu</span></i><span style="-webkit-font-smoothing: antialiased; background-color: white; border: 0px; box-sizing: border-box; color: #383838; font-family: Lato, "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 18px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizelegibility; vertical-align: baseline;"> (NSSB) Jilid I, Pramoedya Ananta Toer (1995) – pada bab Permenungan dan Pengapungan – pernah belajar menyanyi lagu berjudul </span><i style="-webkit-font-smoothing: antialiased; background-color: white; box-sizing: border-box; color: #383838; font-family: Lato, "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 18px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizelegibility;"><span style="-webkit-font-smoothing: antialiased; border: 0px; box-sizing: border-box; font-family: inherit; font-style: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizelegibility; vertical-align: baseline;">Just A Prayer Away</span></i><span style="-webkit-font-smoothing: antialiased; background-color: white; border: 0px; box-sizing: border-box; color: #383838; font-family: Lato, "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 18px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizelegibility; vertical-align: baseline;">. Menurutnya, lagu yang</span><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
dibuka dengan kalimat <i style="-webkit-font-smoothing: antialiased; background-color: white; box-sizing: border-box; color: #383838; font-family: Lato, "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 18px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizelegibility;"><span style="-webkit-font-smoothing: antialiased; border: 0px; box-sizing: border-box; font-family: inherit; font-style: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizelegibility; vertical-align: baseline;">There’s a happy land</span></i><span style="-webkit-font-smoothing: antialiased; background-color: white; border: 0px; box-sizing: border-box; color: #383838; font-family: Lato, "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 18px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizelegibility; vertical-align: baseline;"> itu merupakan lambang hari depan untuk setiap orang. Inilah kisah negeri bahagia.</span><br />
<span style="-webkit-font-smoothing: antialiased; background-color: white; border: 0px; box-sizing: border-box; color: #383838; font-family: Lato, "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 18px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizelegibility; vertical-align: baseline;"><br /></span>
<span style="-webkit-font-smoothing: antialiased; background-color: white; border: 0px; box-sizing: border-box; color: #383838; font-family: Lato, "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 18px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizelegibility; vertical-align: baseline;">Baca : <a href="https://www.toetoer.com/tokoh/pram-anak-manusia-di-negeri-bahagia/" target="_blank">https://www.toetoer.com/tokoh/pram-anak-manusia-di-negeri-bahagia/</a></span><br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1BXAUoc4uHCSmtkRpsuM1hPOhP1O7NDGB2MOG5SlkUYTNmp4tI1YWN23DbReBBWXK8_d37SJgPKBCIGYvKtoN888YYCqrhfR_cJxxiNnPY98cHLnzGTixpFJiC4LdPmyReu6b2oPgNDQn/s1600/kakakadik.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="640" data-original-width="960" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1BXAUoc4uHCSmtkRpsuM1hPOhP1O7NDGB2MOG5SlkUYTNmp4tI1YWN23DbReBBWXK8_d37SJgPKBCIGYvKtoN888YYCqrhfR_cJxxiNnPY98cHLnzGTixpFJiC4LdPmyReu6b2oPgNDQn/s1600/kakakadik.jpg" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kakak beradik di Negeri Bahagia/Pixabay.com</td></tr>
</tbody></table>
<br />Wandi Barboy Silabanhttp://www.blogger.com/profile/02544142025891821709noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7188669317860442154.post-65608203650158243742019-11-15T00:43:00.001-08:002019-11-15T00:45:47.515-08:00Alam yang Mengajarkan Catatan Jumat setelah dua hari ini Lampung diguyur hujan. Di sini: <a href="https://www.lampost.co/berita-alam-yang-mengajarkan.html" target="_blank">https://www.lampost.co/berita-alam-yang-mengajarkan.html</a><br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiRBes-XnPh5xusrQHb25jvJMjUuVhq-Lg6B_siOyb4tK7SyHXrUvLaaUyLVbSFEYuYK5dIINkVmbZBO8d4Kv0Bx3JpsL4YalVSIkj_qAHD_nFo99HOpORfS7goWFgBziFt1qC-N5GzR3oM/s1600/alam-yang-mengajarkan.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="500" data-original-width="748" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiRBes-XnPh5xusrQHb25jvJMjUuVhq-Lg6B_siOyb4tK7SyHXrUvLaaUyLVbSFEYuYK5dIINkVmbZBO8d4Kv0Bx3JpsL4YalVSIkj_qAHD_nFo99HOpORfS7goWFgBziFt1qC-N5GzR3oM/s1600/alam-yang-mengajarkan.jpg" /></a></div>
Wandi Barboy Silabanhttp://www.blogger.com/profile/02544142025891821709noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7188669317860442154.post-21304453393386186392019-10-25T01:09:00.001-07:002019-12-19T10:27:18.407-08:00Suket Teki<a href="http://www.lampost.co/berita-suket-teki.html">Suket Teki</a>: LAGU Suket Teki milik penyanyi top campursari, Didi Kempot, membahana saat perpisahan Jokowi-JK dan sejumlah menteri kabinet kerja periode 2014—2019 di Istana Negara, satu pekan lalu, (18/10).<br />
<br />
<br />
<br />
Baca selengkapnya di : <a href="http://www.lampost.co/berita-suket-teki.html" target="_blank">http://www.lampost.co/berita-suket-teki.html</a><br />
<br />
<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjHyqQC5fpNTJLDHaWUWY2ipBl4Nq6lyH6DbO1fD49LT-NdMlj6w_TWHrN9d9i70Y1GpMc7L8TyaQ3mNV644CiEJbyl3PxonjXNW1QG77GXjObI7tBfwmJBBVFYYLVh5GaT4WOMkqAaq2Rw/s1600/didi+kempot.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="360" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjHyqQC5fpNTJLDHaWUWY2ipBl4Nq6lyH6DbO1fD49LT-NdMlj6w_TWHrN9d9i70Y1GpMc7L8TyaQ3mNV644CiEJbyl3PxonjXNW1QG77GXjObI7tBfwmJBBVFYYLVh5GaT4WOMkqAaq2Rw/s640/didi+kempot.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Didi Kempot diunduh dari youtube.com<br /></td></tr>
</tbody></table>
<br />Wandi Barboy Silabanhttp://www.blogger.com/profile/02544142025891821709noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7188669317860442154.post-15681767878001353932019-08-15T07:10:00.001-07:002019-12-19T10:22:26.091-08:00Kenanglah Pram!MENYAMBUT momentum Hari Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) ke-74, ada sesuatu yang istimewa dipersembahkan kepada pencinta film di seluruh bioskop Tanah Air, tepatnya hari ini (15/8).<br />
<br />
Ini dia link-nya: <a href="http://www.lampost.co/berita-kenanglah-pram.html" rel="nofollow" target="_blank">http://www.lampost.co/berita-kenanglah-pram.html</a><br />
<br />
<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-jK8eSLCHxneoIxp56QiHvegVis-rINzKIxaSaqEdmdUk4m3ter63KtXWhpzTufzv4UWmit1O0inL47O2NWTnSKTLMATUmBJDXFxwuexgVuX6gQwlIhRumIKkIQjy9G79y9J1B6CLhRS_/s1600/Pram+muda.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="250" data-original-width="202" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-jK8eSLCHxneoIxp56QiHvegVis-rINzKIxaSaqEdmdUk4m3ter63KtXWhpzTufzv4UWmit1O0inL47O2NWTnSKTLMATUmBJDXFxwuexgVuX6gQwlIhRumIKkIQjy9G79y9J1B6CLhRS_/s640/Pram+muda.jpg" width="517" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Pramoedya Ananta Toer semasa muda. Diunduh dari wikipedia.com</td></tr>
</tbody></table>
<br />Wandi Barboy Silabanhttp://www.blogger.com/profile/02544142025891821709noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7188669317860442154.post-27745695782847351652019-07-09T02:19:00.001-07:002019-12-19T10:25:44.963-08:00Film Pram<a href="http://www.lampost.co/berita-film-pram.html">Film Pram</a>: INI tentang film Bumi Manusia yang diangkat dari mahakarya sastrawan yang sering didapuk sebagai sastrawan Indonesia terbesar sepanjang masa, Pramoedya Ananta Toer, yang akrab disapa Pram.<br />
<br />
<br />
<br />
Baca juga : <a href="http://www.lampost.co/berita-film-pram.html" target="_blank">http://www.lampost.co/berita-film-pram.html</a><br />
<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjX2sb02a-BptmoTMDg9-G_OfDg5TS0CTvG4K6o2Gb5QIuj2Oypi4-OpeuIDBagYz5tBNBw24c_VnKnnC-ii4hIfFgx-9EPy1HhrRB6NaFgs3yPiBZzvNlLTMmlLNMQWUDYrbyfhVOrzh74/s1600/kenanglah+pram.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="951" data-original-width="1300" height="468" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjX2sb02a-BptmoTMDg9-G_OfDg5TS0CTvG4K6o2Gb5QIuj2Oypi4-OpeuIDBagYz5tBNBw24c_VnKnnC-ii4hIfFgx-9EPy1HhrRB6NaFgs3yPiBZzvNlLTMmlLNMQWUDYrbyfhVOrzh74/s640/kenanglah+pram.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Pramoedya Ananta Toer diunduh dari Alamy.com</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<br />
<br />Wandi Barboy Silabanhttp://www.blogger.com/profile/02544142025891821709noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7188669317860442154.post-25451941697703081072019-06-26T06:18:00.001-07:002019-06-26T06:18:04.440-07:00Semua Pihak harus Hormati Putusan MKBANDAR LAMPUNG (Lampost.co)-- Semua pihak harus dapat menerima, menghormati, dan melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) saat dibacakan besok (27/6/2019) oleh majelis hakim di Gedung MK di Jakarta. Hal itu disampaikan Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri Mahkamah Konstitusi (MK)<br /><br />
<br /><br />
Baca juga : <a href="http://www.lampost.co/berita-semua-pihak-harus-hormati-putusan-mk.html">http://www.lampost.co/berita-semua-pihak-harus-hormati-putusan-mk.html</a>Wandi Barboy Silabanhttp://www.blogger.com/profile/02544142025891821709noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7188669317860442154.post-25872772466139754012019-05-10T02:19:00.001-07:002019-05-10T02:19:00.352-07:00Kritik Media<a href="http://www.lampost.co/berita-kritik-media.html">Kritik Media</a>: APA yang menarik dari konferensi pers calon presiden nomor 02 Prabowo Subianto bersama sejumlah media asing di kediamannya di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (6/5/2019).<br /><br />
<br /><br />
Bisa dilihat di : <a href="mailto:http://www.lampost.co/berita-kritik-media.html" target="_blank">http://www.lampost.co/berita-kritik-media.html</a>Wandi Barboy Silabanhttp://www.blogger.com/profile/02544142025891821709noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7188669317860442154.post-45087344186659739302019-03-07T23:54:00.001-08:002019-03-08T00:04:27.170-08:00Pemimpin<a href="http://www.lampost.co/berita-pemimpin.html">Pemimpin</a>: MEMIMPIN adalah menderita atau dalam tutur Belanda leiden is lijden. Itulah jalan yang dipilih oleh Pemimpin Sarekat Islam (SI) seperti Haji Agus Salim. Penuturan dua tokoh pendiri Republik yakni Mohamad Roem dan Kasman Singodimedjo menggambarkan ihwal via dolorosa (jalan penderitaan) ini sebagaimana saya kutip dari laman media daring <i>tirto.id</i> yang ditulis sejarawan cum wartawan Petrik Matanasi.<br />
<br />
Selengkapnya bisa dibaca di : <a href="http://www.lampost.co/berita-pemimpin.html" target="_blank">http://www.lampost.co/berita-pemimpin.html</a>Wandi Barboy Silabanhttp://www.blogger.com/profile/02544142025891821709noreply@blogger.com0