Watchdoc oleh Wandi Barboy

NAMA Watchdoc sekilas terdengar menyeramkan. Menyebut Watchdoc dalam satu tarikan napas seperti mendengar pelesetan Watchdog. Imajinasi beterbangan. Melayang-layang ke segala penjuru. Terbayang bagaimana anjing menggonggong melihat sesuatu yang mencurigakan. "Guk..guk..guk" suara itu menyalak tajam seakan memecah malam yang hening. 

Selain pelesetan dari Watchdog di atas, salah satu pendiri Watchdoc, Dandhy Dwi Laksono, menyatakan Watchdoc adalah akronim dari Watchdoc(Umentary). Terjemahan bebas bisa jadi dokumenter pengawas. Makna Watchdoc menjadi meluas. Tafsirnya bermacam-macam. Seturut apa yang Anda pikirkan saat membayangkan kata Watchdoc. 

Bisa jadi artinya sebuah bentuk film dokumenter yang terus menyoroti isu-isu kebebasan soal demokratisasi, keadilan sosial, lingkungan, dan lainnya. DDL, demikian Dandhy biasa disapa karib oleh rekan sejawat, menegaskan cita-cita Watchdoc ingin agar kebebasan informasi mendorong terjadinya demokratisasi, literasi, dan pemikiran kritis (critical thinking). 

Bersetia di jalur demikian, Watchdoc mendapatkan apresiasi dari dunia internasional. Itulah kado kemerdekaan terindah bagi bangsa Indonesia memungkasi bulan kemerdekaan pada Agustus 2021. Tepatnya,Watchdoc mendapatkan penghargaan Ramon Magsaysay 2021 for Emergent Leadership di bidang jurnalisme investigatif. 

Pada tayangan di laman Youtube Watchdoc Documentary, Watchdoc menjadi satu-satunya organisasi yang pernah meraih penghargaan Ramon Magsaysay. Jurnalisme Watchdoc mengingatkan kita pada bagaimana kekuatan jurnalisme advokasi dan jurnalisme yang berpihak kepada masyarakat. Jurnalisme yang berpihak kepada kemanusiaan.
Kemanusiaan selalu menjadi arus utama dalam pembuatan film dokumenter Watchdoc. Semua hal yang jarang terekspos dan sensitif bagi media arus utama, justru disorot Watchdoc secara konsisten dan terus-menerus. “

Sebuah rumah produksi yang dengan kreatif mengombinasikan film dokumenter dan platform alternatif untuk mengangkat isu-isu yang tak terekspos,” begitu Watchdoc diperkenalkan di antara para peraih penghargaan pada tahun ini dalam situs rmaward.asia, pada Selasa (31/8). 


Serangkaian elemen-elemen jurnalisme yang dipopulerkan oleh Bill Kovach dan Tom Rosenstiel itu menjadi nilai-nilai yang diusung oleh Watchdoc. Khususnya, untuk elemen memantau kekuasaan dan menyambung lidah orang-orang yang tertindas. 

Memantau kekuasaan itu rujukannya bukan untuk memprovokasi, melainkan membangun demokratisasi. Entah kenapa Watchdoc mengingatkan saya pada jurnalisme advokasi yang diusung oleh Medan Prijaji. Medan Prijaji adalah media yang dirintis oleh Raden Mas Tirto Adhi Soerjo (R.M.T.A.S). 

Media cetak pertama yang sadar menggerakkan publik untuk kemerdekaan bangsa. Sebuah media yang terus menyoroti kebijakan pemerintah kolonial Belanda yang sewenang-wenang dan menjajah negeri Indonesia yang kala itu masih bernama Hindia Belanda. 

Watchdoc, saya kira, telah menjadi tonggak jurnalisme advokasi di era disrupsi. Semoga. 


Dimuat di koran Lampung Post, halaman 6, Rabu, 8 September 2021 pada kolom "Nuansa." 


Bisa juga didengarkan di situs lampungpost.id  pada kolom Nuansa berjudul Watchdoc


Selain itu, bisa juga didengarkan di Podcast Anna Kidah Sai100fm "Watchdoc, Kekuatan Jurnalisme di Era Disrupsi" https://open.spotify.com/episode/24usJqyvTQB1o1RzpwypDA?si=D7eBdagASPy5tPTLQVRmYQ&dl_branch=1&nd=1

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.