perempuan yang tak bersalah

serendah dan setinggi apapun pekerjaaan seorang perempuan, ia tetaplah sesosok makhluk yang membutuhkan perlindungan,pengertian,dan kasih sayang dari lawan jenisnya.

Kutipan diatas kupersembahkan untuk diriku sendiri. Hari ini,sehari menjelang perayaan hari Kartini, aku telah melakukan kesalahan yang sebenarnya tak perlu kulakukan bila saja diri ini sedikit dewasa dan bijaksana dalam menyikapi keadaan diri yang teralienasi. Ya,alih-alih merasa teralienasi(sikap keterasingan) dalam diri-ternyata aku telah melukai perasaan seorang perempuan. Awalnya ia hendak menyelinap diam-diam memasuki suatu ruangan yang tertutup rapat,aku terjaga dari tidurku. Pintu belakang yang digunakannya untuk menyelinap,langsung kubuka.Aku tak terlalu menghiraukan hal itu.Kembali, aku berleyeh-leyeh di peraduanku,sejenak.


Aku bangkit kembali dari kemalasanku itu,dan kulihat ia sedang berbicara di telepon kantor dengan seseorang,entah siapa. Ia memanggilku sekenanya saja,dongkol rasanya hati ini bila sudah dipanggil sekadarnya saja.Aku bersikap acuh tak acuh kepadanya,aku terus saja mendengarkan lagu-lagu favoritku,menghilangkan rasa kedongkolan di hati ini. Musik favorit itu kupasang dengan sound yang cukup keras menghentakkan dada. 

Alunan suara seruling lagu-lagu Batak memang selalu menarik hati ini,seorang perantau dinegeri orang. Kata orang tua dulu,mengingatkan akan kampung halaman- bila mendengar tiupan seruling yang biasanya dimainkan oleh seorang penggembala di padang rumput atau di tengah-tengah sawah saat sedang beristirahat sejenak.


Perempuan itu coba menyapaku,aku dingin saja menanggapinya. Ia menceritakan bahwa akan ia akan pergi sebentar,lagi-lagi aku dingin saja menanggapinya. Ia pergi dan aku masih menikmati lagu-lagu batak favoritku itu. Ia kembali dan kembali berusaha menegurku,entah kenapa berat rasanya hati ini,sekadar mengobrol barang sejenak dengannya.

Ia berusaha menyapu,merapikan segala barang-barang yang tergeletak begitu saja di meja-meja kantorku,pekerjaan yang tak dapat dilepaskan dari sosok perempuan yang baik-mengatur rumah tangga kelak bila telah berkeluarga dan ingin berusaha mandiri tak bergantung pada sosok pembantu rumah tangga,meski ia telah bekerja dimanapun,katanya suatu ketika padaku.

Harus kuakui, saat itu aku bersifat kekanak-kanakan(childish)persis seperti seorang anak kecil yang mengambek di depan orang tuanya. Ketika ia terus mendekatiku,memberi perhatiannya kepadaku,aku alihkan perhatianku untuk tak menatapnya. Sungguh,ini sikapku yang tak berkenan juga dihatiku, namun apa daya aku juga tak mampu bersikap dewasa dan bijaksana menyikapi keadaan diriku saat itu.


Oh, perempuan yang baik, maafkanlah diri ini, untuk segalanya yang telah terjadi sebelum aku menuliskan disini,malam ini.Aku tahu engkau tak begitu memperdulikan sikapku itu,mungkin engkau memaklumi keadaanku,persis seperti kita ngobrol-ngobrol saat berdua. Seorang perempuan Jawa,yang bila dipelesetkan ke othak-athik gathuk zaman sekarang "wanito" menjadi wani ditoto(berani diatur). 

Atau dalam kamus Zoetmoelder(Jawa Inggris) vanita yang berarti yang diinginkan. Engkau, bahkan siap dengan tulus ikhlas, bila hal itu untuk kebaikan bersama,menurutmu. Saling menjaga dan saling percaya dalam berkomitmen tampaknya menjadi prinsip yang kau tanamkan dalam dirimu. 

Engkau telah berkeluarga, sedangkan aku belum, bahkan berpacaran saja aku belum pernah. Ke depan, tentu aku perlu bersikap dewasa dan bijak, terima kasih tuk pengertianmu kepadaku yang telah melukaimu.
 

Menutup tulisan ini, sebagaimana di awal tulisan- kali ini juga aku ingin mengutip pernyataan pendekar kaum perempuan, Kartini. "Alangkah bedanja masjarakat Indonesia bila kaoem perempoean dididik dengan baik-baik" . Agustus 1901,RA.Kartini


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.